Umur memang gak bisa bohong ya. Saya sendiri seringkali lupa diri,
merasa tetap menjadi anak muda (hasyahhh), mulai dari selera sampai
aktivitas yang saya lakoni rasanya tak jauh berbeda dengan bertahun lalu
ketika saya masih benar-benar muda :D.
Hal yang
sering mengingatkan saya betapa waktu terus merambat adalah saat saya
melihat ketiga anak saya di rumah yang semakin hari semakin bertumbuh.
Mereka bertambah besar tentu, bertambah aktivitasnya, bertambah
pengetahuan dan keterampilannya. Adalah hal yang sangat luar biasa
mengingat saat-saat saya mengandung, melahirkan dan kemudian
menghabiskan sebagian besar waktu saya bersama dan untuk mereka. Sungguh
tak terasa bergulirnya waktu manakala kita menjadi bagian dalam tiap
proses kehidupan mereka.
Si sulung yang mulai menginjak masa remaja adalah reminder
terhebat bagi saya. Sebagai pra remaja ternyata kini ia tidaklah
terlalu "polos" seperti masa ia kecil dahulu. Saya kadang dibuat
termangu-mangu dengan serentetan pendapatnya yang menurut saya lahir
dari pemikirannya yang dalam tentang hidup. Bagi seorang anak ia memang
bisa dibilang tipe pengamat, yang lebih sering diam dan mengamati
sekelilingnya dan hanya berkomentar disaat yang benar-benar ia rasa
perlu.
Pernah sekali, saat saya mengobrol santai dengan
si sulung dan adiknya tentang cara bijak bersosial media (socmed). Saat
saya bilang lebih banyak bahayanya bagi anak saat berinteraksi via
socmed ia dengan santai berkomentar,
"sebenarnya, kesalahan itu
dimulai dari orang tua lho Bun, sudah tahu anak-anaknya masih dibawah
umur, masih juga 'maksa' dibukakan akun socmed, padahal kalo kita buka
akun google aja ditanya, udah diatas 13 tahun belum?"
Saya gak bisa
menyanggah pendapatnya, karena itu memang benar adanya. Sementara itu
saya lihat sendiri, meski ia memang sudah saya ijinkan membuka akun
socmed (dengan email saya tentu), ia sangat jarang mengunakannya. Ia
hanya sesekali mengecek pesan dari tante atau sepupunya, terutama saat
kami sedang tinggal jauh dari tanah air. Saat saya tanya apakah ia tak
tertarik bersocmed, ia menjawab,
"jika bisa menemukan hal menarik di dunia nyata, kenapa harus main di socmed,"
Hehe..ada benarnya ya.
Beberapa
kali ia juga memberikan pandangan atas pendapat saya tentang sesuatu
yang akrab dengan dunianya. Misalnya saat saya berkomentar tentang
perilaku "ajaib" Milley Cirus , artis yang memulai karir sebagai artis
anak dan remaja dalam film-film Disney, yang kini sering muncul dengan
dandanan seronok dan jauh dari norma kesopanan.
"Kakak tidak perlu meniru kelakuan Miley yang seperti itu ya," kata saya.
"Jangankan meniru Bun, aku sudah berhenti menonton film2nya, kan dia sudah remaja, aku masih anak-anak."
Perubahan
pada kakak, memaksa saya untuk membuat perubahan juga dengan cara saya
mengkomunikasikan nilai-nilai yang saya ingin ia pahami dengan benar.
Kini, cara berkomunikasi saya dengannya pun mengalami sedikit perbedaan.
Komunikasi kami yang semula didominasi pola satu arah, saat saya
sebagai Bunda memegang peran sebagai penyampai informasi dan si sulung
sebagai pendengar atau penerima informasi, kini berubah menjadi
komunikasi aktif. Saya dan kakak sama-sama terlibat aktif dalam
mendiskusikan isu tertentu. Bukan hanya saya yang menyampaikan pendapat,
tapi juga kakak dan pandangan remajanya.
Saya tak
lagi bisa selalu merasa yang "paling tahu" atau "tahu segala hal". Saya
belajar lebih bijak dengan menerima situasi baru, dimana si sulung
sebagai partner saya berdiskusi memiliki pengetahuan pula yang mungkin
belum saya miliki, terutama hal-hal baru dari dunianya yang tentu saja
jauh berbeda dengan dunia saya sekarang.
Rasanya,
tak perlu lah saya sebagai bunda berkeras kepala. Tinimbang menggunakan
gaya "dikte" dalam tiap percakapan, saya memilih mengembangkan budaya
berkomunkasi terbuka dimana masing-masing dari kami memiliki kesempatan
memilih topik diskusi dan berbagi pendapat atas topik itu. Peran saya
sebagai orang tua, lebih sebagai fasilitator yang membantu anak dalam
mencapai kesimpulan yang benar dan tepat atas isu yang sedang
didiskusikan.
Mau tau kalimat sakti saya untuk memancing diskusi interaktif dengan si sulung?
Mau tau kalimat sakti saya untuk memancing diskusi interaktif dengan si sulung?
Ini dia..
"Correct me if i'm wrong dear, but i think....etc..etc.." :D.
Untuk
sebagian besar komunkasi kami, kalimat itu ampuh memancing kakak
mengungkapkan pendapat dan bahkan mulai membahas isu pilihannya sendiri.
Jika percakapan sudah lancar, peran fasilitator bisa dengan leluasa
saya mainkan. Terlebih penting, momen untuk menerapkan nilai-nilai baik
dalam keluarga semakin terbuka.
it's wonderful lazy sunday..
selepas ngobrolin gimana cara jadi temen yang asik..