Sabtu, 16 November 2013

Correct Me If I'm Wrong

Umur memang gak bisa bohong ya. Saya sendiri seringkali lupa diri, merasa tetap menjadi anak muda  (hasyahhh), mulai dari selera sampai aktivitas yang saya lakoni rasanya tak jauh berbeda dengan bertahun lalu ketika saya masih benar-benar muda :D.

Hal yang sering mengingatkan saya betapa waktu terus merambat adalah saat saya melihat ketiga  anak saya di rumah yang semakin hari semakin bertumbuh. Mereka bertambah besar tentu, bertambah aktivitasnya, bertambah pengetahuan dan keterampilannya. Adalah hal yang sangat luar biasa mengingat saat-saat saya mengandung, melahirkan dan kemudian menghabiskan sebagian besar waktu saya bersama dan untuk mereka. Sungguh tak terasa bergulirnya waktu manakala kita menjadi bagian dalam tiap proses kehidupan mereka.

Si sulung yang mulai menginjak masa remaja adalah reminder terhebat bagi saya. Sebagai pra remaja ternyata kini ia tidaklah terlalu "polos" seperti masa ia kecil dahulu. Saya kadang dibuat termangu-mangu dengan serentetan pendapatnya yang menurut saya lahir dari pemikirannya yang dalam tentang hidup. Bagi seorang anak ia memang bisa dibilang  tipe pengamat, yang lebih sering diam dan mengamati sekelilingnya dan hanya berkomentar disaat yang benar-benar ia rasa perlu.

Pernah sekali, saat saya mengobrol santai dengan si sulung dan adiknya tentang cara bijak bersosial media (socmed). Saat saya bilang lebih banyak bahayanya bagi anak saat berinteraksi via socmed ia dengan santai berkomentar,
"sebenarnya, kesalahan itu dimulai dari orang tua lho Bun, sudah tahu anak-anaknya masih dibawah umur, masih juga 'maksa' dibukakan akun socmed, padahal kalo kita buka akun google aja ditanya, udah diatas 13 tahun belum?"
Saya gak bisa menyanggah pendapatnya, karena itu memang benar adanya. Sementara itu saya lihat sendiri, meski ia memang sudah saya ijinkan membuka akun socmed (dengan email saya tentu), ia sangat jarang mengunakannya. Ia hanya sesekali mengecek pesan dari tante atau sepupunya, terutama saat kami sedang tinggal jauh dari tanah air. Saat saya tanya apakah ia tak tertarik bersocmed, ia menjawab,
"jika bisa menemukan hal menarik di dunia nyata, kenapa harus main di socmed,"
Hehe..ada benarnya ya.

Beberapa kali ia juga memberikan pandangan atas pendapat saya tentang sesuatu yang akrab dengan dunianya. Misalnya saat saya berkomentar tentang perilaku "ajaib" Milley Cirus , artis yang memulai karir sebagai artis anak dan remaja dalam film-film Disney, yang kini sering muncul dengan dandanan seronok dan jauh dari norma kesopanan.
"Kakak tidak perlu meniru kelakuan Miley yang seperti itu ya," kata saya.
"Jangankan meniru Bun, aku sudah berhenti menonton film2nya, kan dia sudah remaja, aku masih anak-anak."

Perubahan pada kakak, memaksa saya untuk membuat perubahan juga dengan cara saya mengkomunikasikan nilai-nilai yang saya ingin ia pahami dengan benar. Kini, cara berkomunikasi saya dengannya pun mengalami sedikit perbedaan. Komunikasi kami yang semula didominasi pola satu arah, saat saya sebagai Bunda memegang peran sebagai penyampai informasi dan si sulung sebagai pendengar atau penerima informasi, kini berubah menjadi komunikasi aktif. Saya dan kakak sama-sama terlibat aktif dalam mendiskusikan isu tertentu. Bukan hanya saya yang menyampaikan pendapat, tapi juga kakak dan pandangan remajanya.

Saya tak lagi bisa selalu merasa yang "paling tahu" atau "tahu segala hal". Saya belajar lebih bijak dengan menerima situasi baru, dimana si sulung sebagai partner saya berdiskusi memiliki pengetahuan pula yang mungkin belum saya miliki, terutama hal-hal baru dari dunianya yang tentu saja jauh berbeda dengan dunia saya sekarang.

Rasanya, tak perlu lah saya sebagai bunda berkeras kepala. Tinimbang menggunakan gaya "dikte" dalam tiap percakapan, saya memilih mengembangkan budaya berkomunkasi terbuka dimana masing-masing  dari kami memiliki kesempatan memilih topik diskusi dan berbagi pendapat atas topik itu. Peran saya sebagai orang tua, lebih sebagai fasilitator yang membantu anak dalam mencapai kesimpulan yang benar dan tepat atas isu yang sedang didiskusikan.
Mau tau kalimat sakti saya untuk memancing diskusi interaktif dengan si sulung?
Ini dia..
"Correct me if i'm wrong dear, but i think....etc..etc.." :D.

Untuk sebagian besar komunkasi kami, kalimat itu ampuh memancing kakak mengungkapkan pendapat dan bahkan mulai membahas isu pilihannya sendiri. Jika percakapan sudah lancar, peran fasilitator bisa dengan leluasa saya mainkan. Terlebih penting, momen untuk menerapkan nilai-nilai baik dalam keluarga semakin terbuka.


it's wonderful lazy sunday..
selepas ngobrolin gimana cara jadi temen yang asik..





Tidak ada komentar:

Posting Komentar