photo credit : http://womenesi.com/
Komunikasi bisa terjalin baik saat terjadi
keseimbangan antara aktivitas bicara dan mendengar. Meski seperti kata banyak
orang bijak, kebanyakan orang lebih sulit mendengarkan dibandingkan bicara
(apalagi jika yang dibicarakan adalah dirinya sendiri ya.. :D).
Nah, sebagai bunda, dalam rangka membangun
komunikasi efektif dengan anak yang memasuki usia remaja, tak salah jika kita
mempertajam lagi keahlian kita dalam berkomunikasi. Dalam hal ini, kita bisa
memulai kebiasaan mendengar secara aktif.
Salah satu caranya, menurut apa yang saya baca
adalah dengan menerapkan strategi “pembuka pintu” (door openers) sebaliknya menghindari bertindak sebagai “penutup
pintu” (door slammers).
Pada strategi yang pertama, sebagai orang tua
kita memposisikan diri sebagi pihak yang memberikan respon positif pada apa yang
disampaikan remaja kita tanpa terjebak memberikan penilaian apalagi penghakiman
yang tidak semestinya. Sebaliknya, apabila kita memposisikan diri door slammers, maka remaja kita dengan
mudah menangkap pesan bahwa orang tuanya tidak ingin berdiskusi lebih lanjut
tentang apapun yang ingin ia sampaikan.
Berikut beberapa ungkapan yang dapat digunakan saat merespon remaja kita kala berkomunikasi dengannya:
“Baiklah, jadi bagaimana menurut pendapatmu?”
“maukah kamu berbagi dengan Bunda lebih banyak
tentang hal itu?”
“Saat ini Bunda belum tahu jawabannya, tapi akan
Bunda cari tahu segera.”
“Bunda tertarik sekali dengan apa yang kau
katakan barusan.”
“Apa kamu tahu apa artinya itu?”
“Kedengarannya, hal itu sangat penting buatmu ya,”
“Apa kamu mau membicarakannya dengan Bunda,”
Berikut merupakan beberapa contoh respon yang dikategorikan sebagai door slammers:
“Ah, kamu terlalu muda buat mengerti,”
“kalau kamu mengatakan itu lagi, Bunda akan....”
“Itu bukan urusanmu,”
“Bunda tak peduli apa yang dilakukan teman-temanmu, kamu harus...”
“Kita bicara lagi nanti sewaktu kamu benar-benar ingin tahu tentang hal itu,”
“Hei, masalah itu urusan anak lelaki, bukan kamu,”
“Kenapa sih kamu terus bertanya soal itu?”
“Kamu tak perlu tahu soal itu,”
“Jangan datang ke Bunda kalau kamu cuma bisa membuat kacau,”
Dari beberapa ungkapan tersebut di atas, kita bisa melihat perbedaan
yang jelas, antara respon yang dapat mendorong anak untuk berkomunikasi dengan
kita dan sebaliknya yang membuat anak menghindari komunikasi dengan orang
tuanya.
Nah, sekarang saat yang tepat bagi saya, dan mungkin juga teman-teman
sekalian untuk mencoba mempraktikannya. Yuk, kita mulai berlatih, untuk
komunikasi yang lebih dengan buah hati kita. :)
referensi :
http://parentingteens.about.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar