Rabu, 20 Februari 2013

Pekan Ulangan

gambar diunduh dari : http://images02.olx.com.pk


Yang namanya "pekan ulangan" menjadi istilah baru bagi putri kedua saya (6th) yang kini duduk di kelas 1 (satu) Sekolah Dasar.

Suatu siang, ia mendatangi saya dan dengan wajahnya yang polos penuh tanya ia mengangsurkan selembar surat pemberitahuan dari sekolahnya yang isinya memberitahukan waktu penyelenggaraan pekan ulangan dan ujian tengah semester genap.

"Ulangan itu apa sih Bun, kata temenku susah deh," mata bulatnya yang bening memandang saya sungguh-sungguh.
Hmmm, semenjak ia saya kenalkan dengan sekolah, baru sekali ini ia akan menghadapi pekan ulangan atau ujian semester. Semenjak Taman Kanak-Kanak dan beberapa waktu sempat bersekolah di salah satu sekolah dasar di Australia saat menemani ayahnya bersekolah di negeri tetangga itu, belum sekalipun ia menghadapi momen penting semacam ini.
"Ulangan itu semacam latihan untuk mengingat kembali apa yang sudah adek pelajari di sekolah selama beberapa pekan belakangan ini," jawab saya.
"Jadi aku harus repeat apa, semua yang aku baca begitu? didepan bu guru ya?" tanyanya lagi.
"No, biasanya nanti adek diberi selembar kertas, isinya banyak pertanyaan yang menanyakan apa saja yang sudah adek tahu setelah belajar berbagai pelajaran disekolah, kind of excercise ,adek nanti harus menjawab pertanyaan itu dan mengum[ulkan lembar jawaban ke bu guru untuk diberi nilai" sahut saya lagi.
"Kenapa harus ditanya-tanya lagi ya, kan kalo aku sudah tahu disimpen disini (menunjuk kening) dan buat apa nilai itu, kalau nilaiku jelek bagaimana?" tanyanya lagi, polos.

Seumur-umur, putri saya ini memang tak mengenal sistem "nilai" baik disekolah maupun di rumah. Sewaktu Taman Kanak-Kanak dulu, gurunya biasa memberi stiker atau gambar orang tersenyum jika berhasil mengerjakan sebuah assignment atau kegiatan. Sementara di rumah, sepiring spaghetti atau jus jambu merah kesukaannya sering saya jadikan reward saat ia berhasil menyelesaikan aktivitas bersama kakak dan adiknya. Selebihnya, saya biasa menghargai hasil kerjanya dengan ciuman atau pernak pernik kecil yang biasa kami buat bersama untuk bersenang-senang, semisal gelang atau ikat rambut handmade.

Agak susah menjelaskan pada putri saya manfaat pemberian nilai atas hasil kerja. Baginya, bubar menyelesaikan aktivitas yang disukainya sudah mendatangkan kepuasan baginya dan bagi saya, atau gurunya, cukuplah bila kami turut senang jika ia senang..:).

Dengan sistem reward sederhana selama ini, putri saya ini mencintai setiap tahapan proses belajarnya sehari-hari. Ia tak pernah dipusingkan dengan target yang harus dipenuhi. Jikalau ia mengenal bahwa setiap usahanya harus diberi "nilai" dengan batasan tertentu, entahlah, saya mengira ia akan merasakan sedikit tekanan untuk memenuhi target itu. 

Saya sungguh ingin keasyikan belajarnya selama ini tak berubah, hingga, alih-alih saya menjelaskan arti sistem penilaian yang diadopsi sekolah, saya malah menjawabnya dengan sederhana saja,
"adek boleh minta stiker pada bunda usai ulangan lho, kalau ke bu guru nggak usah ya, bu guru kan sudah repot mengumpulkan lembar jawaban adek," kata saya.
"nggak perlu nilai ya Bun?" tanyanya sambil tersenyum senang.
"nggak dek, nilainya buat bu guru aja ya.." jawab saya iseng.
"oh, ic..ic..nilainya disimpen di bu guru aja ya Bun.., kalau sudah banyak baru deh buat aku," katanya lagi.
Hehe..dikiranya nilai itu bisa ditabung dan diakumulasi ya..ya sudahlah.

Saya berharap, tanpa saya turut membebaninya dengan "target" ala orang tua yang ingin turut mensukseskan pelaksanaan kurikulum nasional, saya tak membuatnya merubah pola pikir dan menjauhkan minatnya dari proses belajar yang menyenangkan seperti selama ini. Semoga..:).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar