Jumat, 22 Februari 2013

10 Cara Terbaik Melatih Batita Kita Berbicara

 https://mail-attachment.googleusercontent.com/attachment/u/0/?ui=2&ik=7190521e07&view=att&th=13d00f216283b931&attid=0.1&disp=inline&safe=1&zw&saduie=AG9B_P9Jl57V2C1vvl_61FCFWcB_&sadet=1361520558879&sads=G_2uTNhZM8g83BmjQlRYvL8dFhs&sadssc=1
 my 17 months baby boy
Bungsu saya dirumah sudah 17 (tujuh belas) bulan usianya dan bisa dibilang belum bisa "berbicara", selain sedikit kata-kata sederhana seperti "mama", "kakak", "ayah", "nana" (nenek) dan dua atau tiga kata yang lumayan jelas terdengar bagi saya seperti "nunum" (minum) dan "mamam" (makan).

Sebagai ibu, sedikit rasa penasaran muncul juga dihati saya. Mengingat pengalaman dengan dua orang kakaknya dulu yang diusianya seingat saya sudah bisa berkata-kata dengan lancar. Bahkan si sulung sudah bisa menyanyikan lagu sederhana seperti "cicak-cicak di dinding" tanpa bantuan. 

Dari obrolan dengan sesama ibu saya mendapat masukan, bahwa untuk anak laki-laki (bungsu saya ini laki-laki), kemampuan berbicaranya memang cenderung lebih lambat berkembang dibandingkan dengan anak perempuan. Akan tetapi tentu saja saya mahfum, bahwa kondisi ini tidak berlaku sama untuk setiap anak. Buktinya anak tetangga saya yang juga laki-laki sudah "ceriwis" diusianya yang menginjak 15 (lima belas) bulan.

Saya pun mulai mencari referensi lain untuk menenangkan hati juga memperkaya wawasan seputar pengembangan kemampuan berbicara pada anak, tentu saja ditambah niatan, jikalau pada usia tertentu sesuai referensi yang saya dapat, ternyata si kecil belum juga menunjukkan perkembangan yang berarti saya harus juga segera berkonsultasi dan meminta bantuan ahlinya.

Dari pencarian saya ke beberapa blog yang menarik, saya memperoleh beberapa masukan lagi mengenai cara-cara menstimulasi batita agar dapat mengembangkan kemampuannya berbicara. Berikut adalah kutipannya :

1. Biasakan berbicara dua arah dengan anak
    Semenjak lahir sebenarnya bayi kita perlu mengetahui bahwa kita tak hanya memberitahu mereka apa yang sedang kita lakukan (misalnya : Ibu akan memandikanmu") , tapi juga ia perlu tahu bahwa kitapun memberikan perhatian terhadap setiap tanda yang diperlihatkan olehnya (meskipun bukan lewat bahasa verbal) seperti tangisan ataupun mimik wajahnya.

Biasakan bersabar menunggu reaksi anak terhadap kata-kata kita. Mungkin ia akan merespon kata-kata kita dengan menunjukkan mimik wajah tertentu atau membalas dengan tanda-tanda tertentu semisal ocehan atau sentuhan. Kebiasaan ini membuat anak memahami (meskipun ia belum bisa menyampaikannya pada kita) bahwa kita mendengarkan dan menanggapi setiap tanda yang ia berikan sebagai bentuk komunikasi.

2. Gunakan suara asli saat berbicara dan posisikan kita sebagai orang pertama
    Biasanya saat kita berbicara dengan bayi atau batita di rumah, kita suka membedakan baik intonasi maupun cara kita berbicara termasuk penggunaan kata-kata. Misalnya saja dengan men"cedalkan" sebuah kata, seperti kata "rambut" menjadi "lambut", dengan pikiran bahwa kebanyakan anak ekcil belum bisa menyebut huruf "r", hingga kita ikut-ikutan melakukannya. Tambahan lagi kita terbiasa menggunakan bentuk orang ketiga saat berbicara dengan anak. Misalnya : "bunda sayang Nana".

Nah, sebaiknya saat berbicara dengan bayi atau batita kita menghindari kebiasaan tersebut diatas. Biasakan berkata-kata dengan menyuarakan bentuk aslinya serta gunakan kata pertama saat berbicara dengannya, selayaknya saat kita berbicara dengan orang yang lebih besar. Misalnya : "Ibu sayang padamu" . Kebiasaan seperti ini membuat batita memahami bahwa ialah yang kita ajak berkomunikasi dan bukan "orang lain".

3. Bicaralah sesuatu yang nyata dan berarti
   Mengajari bayi atau batita kita arti kata-kata atau benda kurang efektif dibandingkan langsung mengajak mereka berbicara dengan menggunakan kata-kata tersebut.
Misalnya saja mengajari kata "bola" dengan menunjukkan bola atau gambar bola dihadapan anak kurang efektif dibandingkan mengatakan "ayo kita ambil bola merah itu" saat kita dan anak bermain bola bersama.

Mungkin anak akan menangkap lebih dari satu kata yaitu : "ayo", "kita", "ambil", "bola", "merah" dan "itu", namun dalam suasana bermain ia akan lebih rileks dan tertarik untuk memperhatikan apa yang kita katakan. Dengan melakukannya berulang-ulang, ia akan dapat memahami kata "bola" sebagai benda yang kita jadikan objek untuk ia kenali.

4. Membaca bersama dan bercerita pada anak dengan responsif
    Saat membaca bersama anak, biarkan ia menikmati setiap halaman buku yang diminatinya berlama-lama. Ia mungkin akan melewatkan halaman lain atau tidak menyelesaikan bacaannya, namun kita tetap dapat bereksplorasi dihalaman yang diminatinya, misalnya dengan menyebutkan semua gambar yang ada dan membantunya menunjuk gambar-gambar itu.

Demikian pula saat bercerita pada anak. Biarkan ia merespon setiap kata yang kita ucapkan, dan berilah perhatian penuh terhadap responnya. Ia akan mengerti bahwa kita menerima setiap tanda dan responnya sebagai bagian dari komunikasi dua arah.

5.  Perlahan-lahan
     Saat berbicara dengan batita kita, lakukan dengan perlahan-lahan dan jelas. Pastikan ia mendengar setiap kata yang kita ucapkan dan berilah waktu untuk memahami serta meresponnya.

6. Santai dan sabar
    Berbicara membutuhkan keberanian, terlebih pada anak kecil. Santai dan bersabarlah saat berkomunikasi dengan batita kita. Percayalah padanya bahwa saat kita berbicara padanya ia mendengarkan dan mencoba memahami. Bukan satu dua orang tua yang berbagi kisah bahwa mereka menghadapi "ledakan kata dalam semalam", saat batita mereka di rumah tiba-tiba berbicara lancar begitu saja, padahal sebelumnya amat sulit mengeluarkan satu dua patah kata.  

7. Jangan menguji kemampuan anak dalam berkata-kata
    Seringnya, kita sebagai orang tua penasaran dengan kemampuan berkata-kata batita kita di rumah. Saya misalnya suka juga sesekali iseng "menguji" bungsu kata dengan bertanya, "mana hidung adek ?" atau "mata adek mana?" dan pertanyaan lain yang sejenis.

Magda Gerber, seorang pakar dunia anak (bayi) pernah mengatakan bahwa ," jangan bertanya pada anak-anak kita pertanyaan yang sudah jelas jawabannya" (misalnya : "mana jarimu?", dsb). Saat kita menguji anak, saat itu pula kita menunjukkan pada anak ketidakpercayaan kita pada kemampuannya.

Saat kita terlihat begitu antusias manakala si kecil mengucapkan kata-kata baru, sesungguhnya kita telah menimbulkan tekanan baru padanya dan membuatnya merasa terbebani untuk mengembangkan kemampuannya.

8. Mengoceh itu bagian dari berbicara
    Saat bayi atau batita kita mengoceh dengan bahasanya sendiri, hal itu merupakan momen penting baginya. Ia sesungguhnya sedang berbicara dan mencoba menyampaikan maksudnya pada kita.

Alih-alih menanggapinya dengan bahasa ocehan juga, lebih baik bila kita serius menjawabnya seolah-olah kita memang mengerti apa yang ia maksud. Misalnya dengan menyahut, "Oh, apa adek sedang cerita tentang ikan di kolam kita ini?" atau "adek mau kasih tahu Ibu tentang kucing adek ya?", dan sebagainya.  

Selain kedelapan kiat di atas, saya juga diingatkan untuk berhati-hati terhadap kemungkinan respon saya mematahkan semangat si kecil dalam mengembangkan kemampuannya berbicara. Dua hal penting yang perlu diperhatikan itu adalah :

9. Mengoreksi cara anak mengungkapkan maksudnya
 Anak-anak kecil seringkali terlihat bingung saat menggambarkan sesuatu lewat kata-katanya. Misalnya, saat ia ingin menjelaskan tentang hewan apa yang baru saja dilihatnya melintasi halaman, ia mungkin akan mengatakan bahwa ia baru saja melihat kucing, padahal kita tahu bahwa yang dilihatnya adalah kelinci.

John Holt, dalam bukunya "Learning all the time" menjelaskan bahwa  "saat anak-anak pertama kali belajar berbicara , mereka akan sering menggunakan sebuah nama sebuah objek untuk digunakan menjelaskan keseluruhan klas dari objek tersebut." Dengan kata lain, saat batita kita merujuk setiap binatang dengan kata "kucing", hal ini tidak mengindikasikan bahwa    ia tidak tahu perbedaan antara satu hewan dengan hewan lainnya. 

Sebagai orang tua, sebaiknya kita tidak langsung mengoreksi kesalahan umum yang demikian. Dengan kesabaran dan contoh yang kita perlihatkan padanya ia lama-lama akan bisa menerima dan mengungkapkan perbedaan yang ia temui.

10. Menerima setiap pikiran dan perasaan anak
     Saat kita mendengarkan dan menghargai anak saat ia menyampaikan maksudnya dengan bahasa dan caranya, kita sudah membuka pintu komunikasi dengannya.

Anak akan memahami bahwa setiap pikirannya, perasaan dan ide-idenya, seacak apapun akan kita terima dengan terbuka. Hal ini akan menumbuhkan kepercayaan dirinya. Kita akan selalu menjadi orang yang dicari untuk mendengarkan kata-katanya, dan tentu saja hal ini baik bagi hubungan kita dan batita kita hingga tahun-tahun perkembangannya kedepan. 

referensi : www.janetlansbury.com 
   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar