Sabtu, 28 Desember 2013

What's Holiday Mean For Kids? : It's Creativity

20 Desember 2013
Liburaaannnn...aaaaaa...:D
Anak-anak saya di rumah begitu bahagianya saat awal liburan menjelang. Dengan mata berbinar-binar, si anak tengah sibuk berbisik-bisik pada kakaknya, menyebutkan rentetan rencana yang akan mereka lakukan sepanjang liburan yang lamanya "hanya" lima belas hari itu. Sudah seminggu penuh ia terbaring sakit, selepas ujian akhir semester di sekolah, ia hanya beristirahat di rumah. Ide membuat "sesuatu" tampaknya memulihkan semangatnya.
"Boleh gak kita beli pernak pernik alat jahit Bun , termasuk kainnya yah?" tanya Kakak.
Hmm, mereka akan menjahit sesuatu? Penasaran saya dengan apa yang akan mereka buat.
Melihat saya menganggukkan kepala, kedua kakak beradik tampak senang,
 "Yesss" kata mereka.

--ooo---

Hari kedua liburan, separuh kamar tidur anak-anak dipenuhi bermacam-macam pernak pernik alat jahit, kertas-kertas, pensil warna, dan kain satin warna hijau daun serta macam-macam pita warna warni. Di atas tempat tidur laptop kakak terbuka pada laman berisi model-model jubah anggun Princess Sofia The First, tokoh film kanak-kanak Disney. Wow, apakah Kakak akan berusaha membuat jubah serupa itu? Tak terpikirkan oleh saya, yang bisa dibilang tak piawai dalam urusan jahit menjahit. Saat saya melongokkan kepala ke dalam kamar, kompak kedua gadis saya itu berteriak, 
"Mom, please not coming to our room now. It's secret "
Olala, rahasia ya? ;)

Dua hari berselang, Kakak memamerkan jubah princess yang dibuatkannya untuk adiknya. Jubah sederhana dengan hiasan pita-pita, semuanya dijahit dengan tangan. Mungkin bukan hasil jahitan yang halus, tapi ide dan kreativitas serta rasa kasih saat menjahit jubah itu, membuat sang adik merasa luar biasa disayang oleh kakaknya. Saya dan ayahnya turut senang, dan tentu saja memuji hasil prakarya mereka berdua. Ide bersama yang mereka wujudkan dengan kerja sama, pengisi waktu luang di saat liburan mereka.
--ooo--

22 Desember 2013
Sepanjang pagi, siang dan sore, saya tak menampak kedua gadis kecil saya. Entah apa yang mereka sibukkan hari itu dalam kamarnya. Mereka hanya keluar saat sholat berjamaah dan waktu makan. Selebihnya, lagi-lagi mereka kompak menggarap proyek rahasia, Bunda gak boleh ngintip, begitu katanya. 

Sepanjang hari, terasa agak damai, karena suara berisik mereka berdua teredam dalam kamar, hehe. Meski penasaran, saya memilih tak mengganggu mereka.

gelang manik-manik buatan anak-anak - hadiah Hari Ibu yang manis ^^
Malamnya, dengan malu-malu, Kakak dan kedua adiknya mendekati saya. Si bungsu yang sedang giat belajar bicara, ribut berceloteh, "Mama, elang Mama," 
Di tangannya, ia membawa sebentuk gelang manik-manik warna cokelat. Di belakangnya kedua kakaknya tersenyum-senyum penuh arti.
"Happy mother's day, Mom," kata mereka.
Wah, kejutan yang manis , terharu rasanya. Setelah seharian memendam diri dalam kamar, mereka berhasil membuatkan saya hadiah Hari Ibu, hasil karya mereka sendiri ^^.

--ooo---
Liburan masih tersisa kurang lebih seminggu lagi, rencana dua gadis kecil saya masih tersisa beberapa lagi (setidaknya itu yang tercantum dalam daftar mereka). Satu hal yang saya cermati, selama tersedia waktu berimajinasi, hari-hari mereka akan dipenuhi karya. 

Bagi anak-anak kelebihan waktu luang adalah kesempatan mengembangkan kreatifitas. Seharusnya, tak harus menunggu liburan datang, sebagai Bunda, kita lah yang harus memastikan "keluangan" waktu bagi anak-anak. Entah anak-anak kita adalah mereka yang belajar di sekolah ataupun memilih belajar di rumah (homeschooling), adalah hak mereka untuk memiliki waktu luang dan kesempatan berkreasi. Semua jadual yang disusun dalam kegiatan belajar mereka, harus memungkinkan mereka menikmati bebasnya mengendalikan waktu mereka sendiri.

Sebab, bagaimana kehidupan mereka kelak, dimulai dari kesempatan mereka mengembangkan diri sejak saat ini.
Bagi saya dan anak-anak, liburan itu kurang lebih adalah waktu berkreasi..:), tanpa batas, tanpa beban. Hingga setelah liburan berakhir, akan ada lebih banyak ide dan ketrampilan baru yang dapat dikembangkan untuk kemudian menciptakan kreasi lainnya.

Saatnya liburan, saatnya berkreasi :).






Rabu, 25 Desember 2013

Resep Super Mudah : Udang Telur Asin

Mau coba resep yummi hanya dalam waktu 30 menit? Sila icip2 resep olahan rumah berikut yang idenya saya comot dari menu kesukaan keluarga yang biasa dipesan di salah satu jaringan restoran Indonesia. Nama menu di resto tersebut adalah "Udang Telur Asin".

Dalam resep olahan rumah saya ini, nama menu tidak berubah ya ^^..sebab, kalo dari bahan dan rasanya, insya Alloh mirip habis dengan yang versi resto ..:), kelebihannya tentu saja ada..dari segi biaya, jauh lebih hemat  (*emak irit mode on).

udang telur asin ala dapur belajarbarengkiddos


Bahan : (untuk 2 porsi ala resto)
1/4 kg udang segar berukuran sedang,  kupas kulit, sisakan ekor
1 buah jeruk nipis, ambil airnya
200 gr tepung bumbu serba guna
1 1/2 sdm tepung beras 
3 sdm air es
1/4 liter minyak goreng
2 butir telur asin matang (pilih yang masir), kupas, cincang halus 
2 batang daun bawang, pilih bagian putihnya saja, iris halus
4 siung bawang putih, keprek, cincang halus
1/2 sdt lada putih bubuk
2 sdm margarine
garam secukupnya
gula pasir secukupnya

Cara Membuat:
  • Udang yang sudah dicuci bersih, beri air jeruk nipis, simpan dalam kulkas kurang lebih 15 menit.
  • Cuci udang kembali, tiriskan
  • Campur kedua macam tepung
  • gulingkan udang dalam campuran tepung, celupkan, dalam air es, gulingkan kembali, hingga lapisan tepung cukup tebal
  • Goreng udang dalam minyak panas, kurang lebih 2 menit, atau setelah tepung berwarna kuning kecokelatan. Menggoreng udang terlalu lama, selain merusak rasa kenyal udang segar juga mengakibatkan balutan tepung gosong.
  • Angkat udang, tiriskan.
  • Siapkan wajan bersih, panaskan diatas wajan 2 sdm margarin
  • masukkan bawang putih cincang dan irisan halus daun bawang, hingga harum
  • masukkan telur asin cincang, aduk rata hingga bagian kuningnya meleleh
  • tambahkan lada halus dan gula pasir
  • bisa juga tambahkan garam, apabila belum terasa asin (saya tidak menambahkan garam lagi)
  • masukkan udang goreng tepung, aduk-aduk hingga bumbu menyatu, kurang lebih 2 menit
  • angkat, sajikan panas-panas.

Super simple kan?
Untuk menyajikan dua porsi di atas, saya hanya keluar biaya dua puluh delapan ribu lima ratus saja..yippie..edisi pengiritan pun berhasil :))..

Selamat mencoba ya, insya Alloh berhasil deh..







 

Sabtu, 16 November 2013

Correct Me If I'm Wrong

Umur memang gak bisa bohong ya. Saya sendiri seringkali lupa diri, merasa tetap menjadi anak muda  (hasyahhh), mulai dari selera sampai aktivitas yang saya lakoni rasanya tak jauh berbeda dengan bertahun lalu ketika saya masih benar-benar muda :D.

Hal yang sering mengingatkan saya betapa waktu terus merambat adalah saat saya melihat ketiga  anak saya di rumah yang semakin hari semakin bertumbuh. Mereka bertambah besar tentu, bertambah aktivitasnya, bertambah pengetahuan dan keterampilannya. Adalah hal yang sangat luar biasa mengingat saat-saat saya mengandung, melahirkan dan kemudian menghabiskan sebagian besar waktu saya bersama dan untuk mereka. Sungguh tak terasa bergulirnya waktu manakala kita menjadi bagian dalam tiap proses kehidupan mereka.

Si sulung yang mulai menginjak masa remaja adalah reminder terhebat bagi saya. Sebagai pra remaja ternyata kini ia tidaklah terlalu "polos" seperti masa ia kecil dahulu. Saya kadang dibuat termangu-mangu dengan serentetan pendapatnya yang menurut saya lahir dari pemikirannya yang dalam tentang hidup. Bagi seorang anak ia memang bisa dibilang  tipe pengamat, yang lebih sering diam dan mengamati sekelilingnya dan hanya berkomentar disaat yang benar-benar ia rasa perlu.

Pernah sekali, saat saya mengobrol santai dengan si sulung dan adiknya tentang cara bijak bersosial media (socmed). Saat saya bilang lebih banyak bahayanya bagi anak saat berinteraksi via socmed ia dengan santai berkomentar,
"sebenarnya, kesalahan itu dimulai dari orang tua lho Bun, sudah tahu anak-anaknya masih dibawah umur, masih juga 'maksa' dibukakan akun socmed, padahal kalo kita buka akun google aja ditanya, udah diatas 13 tahun belum?"
Saya gak bisa menyanggah pendapatnya, karena itu memang benar adanya. Sementara itu saya lihat sendiri, meski ia memang sudah saya ijinkan membuka akun socmed (dengan email saya tentu), ia sangat jarang mengunakannya. Ia hanya sesekali mengecek pesan dari tante atau sepupunya, terutama saat kami sedang tinggal jauh dari tanah air. Saat saya tanya apakah ia tak tertarik bersocmed, ia menjawab,
"jika bisa menemukan hal menarik di dunia nyata, kenapa harus main di socmed,"
Hehe..ada benarnya ya.

Beberapa kali ia juga memberikan pandangan atas pendapat saya tentang sesuatu yang akrab dengan dunianya. Misalnya saat saya berkomentar tentang perilaku "ajaib" Milley Cirus , artis yang memulai karir sebagai artis anak dan remaja dalam film-film Disney, yang kini sering muncul dengan dandanan seronok dan jauh dari norma kesopanan.
"Kakak tidak perlu meniru kelakuan Miley yang seperti itu ya," kata saya.
"Jangankan meniru Bun, aku sudah berhenti menonton film2nya, kan dia sudah remaja, aku masih anak-anak."

Perubahan pada kakak, memaksa saya untuk membuat perubahan juga dengan cara saya mengkomunikasikan nilai-nilai yang saya ingin ia pahami dengan benar. Kini, cara berkomunikasi saya dengannya pun mengalami sedikit perbedaan. Komunikasi kami yang semula didominasi pola satu arah, saat saya sebagai Bunda memegang peran sebagai penyampai informasi dan si sulung sebagai pendengar atau penerima informasi, kini berubah menjadi komunikasi aktif. Saya dan kakak sama-sama terlibat aktif dalam mendiskusikan isu tertentu. Bukan hanya saya yang menyampaikan pendapat, tapi juga kakak dan pandangan remajanya.

Saya tak lagi bisa selalu merasa yang "paling tahu" atau "tahu segala hal". Saya belajar lebih bijak dengan menerima situasi baru, dimana si sulung sebagai partner saya berdiskusi memiliki pengetahuan pula yang mungkin belum saya miliki, terutama hal-hal baru dari dunianya yang tentu saja jauh berbeda dengan dunia saya sekarang.

Rasanya, tak perlu lah saya sebagai bunda berkeras kepala. Tinimbang menggunakan gaya "dikte" dalam tiap percakapan, saya memilih mengembangkan budaya berkomunkasi terbuka dimana masing-masing  dari kami memiliki kesempatan memilih topik diskusi dan berbagi pendapat atas topik itu. Peran saya sebagai orang tua, lebih sebagai fasilitator yang membantu anak dalam mencapai kesimpulan yang benar dan tepat atas isu yang sedang didiskusikan.
Mau tau kalimat sakti saya untuk memancing diskusi interaktif dengan si sulung?
Ini dia..
"Correct me if i'm wrong dear, but i think....etc..etc.." :D.

Untuk sebagian besar komunkasi kami, kalimat itu ampuh memancing kakak mengungkapkan pendapat dan bahkan mulai membahas isu pilihannya sendiri. Jika percakapan sudah lancar, peran fasilitator bisa dengan leluasa saya mainkan. Terlebih penting, momen untuk menerapkan nilai-nilai baik dalam keluarga semakin terbuka.


it's wonderful lazy sunday..
selepas ngobrolin gimana cara jadi temen yang asik..





Kamis, 07 November 2013

Bagaimana Menciptakan Lingkungan Aman Bagi Si Kecil?

Bungsu saya di rumah sudah menginjak usia 2 tahun 1 bulan. Masa-masa bayi sudah hampir sempurna ditinggalkannya. Daya eksplorasinya yang luar biasa membuat saya, suami dan kedua kakaknya sering dibuatnya geleng-geleng kepala.

Semenjak si kecil belajar berjalan diusianya yang mendekati satu tahun, saya sudah meminggirkan meja kursi dari ruang tamu, sehingga, jika ia berada di rumah ia punya lebih banyak ruangan untuk bergerak. Maklum ditengah rumah kami yang mungil, furniture  semacam itu sebenarnya lumayan mengganggu :D.

Ngomong-ngomong, sebagai ibu yang hampir selalu punya anak kecil di rumah, saya jadi terbiasa mengatur rumah yang "aman" bagi anak-anak, terutama saat mereka dalam rentang usia batita atau pun balita. Berikut beberapa langkah yang hingga sekarang masih konsisten saya lakukan untuk menciptakan lingkungan rumah yang aman bagi si kecil:
gambar diunduh dari : http://grapeviewfire.com/

1. Kenalkan anak-anak pada lingkungan rumahnya sendiri sejak dini
Meskipun Si kecil mungkin belum lancar berkomunikasi dengan kita karena keterbatasannya berbicara, misalnya, jangan kecilkan kemampuan mereka menerima informasi dari kita mengenai apa yang boleh dan tidak mereka lakukan, atau apa saja benda-benda berbahaya dalam rumah.

Secara rutin, semenjak anak-anak mulai belajar berdiri, saya sering bisikkan atau tunjukkan pada mereka benda apa saja yang menurut saya berbahaya bagi mereka jika dimainkan atau bahkan hanya didekati. Misalnya saat menunjuk meja kompor saya katakan pada si kecil agar menghindarinya, karena benda itu "panas". Saat mendekati kursi makan, saya katakan, "jangan memanjatnya ya, kamu bisa jatuh," atau saat melewati tangga saya bisikkan di telinga mereka, "adek tidak boleh naik tangga sendiri tanpa bunda atau ayah, karena bahaya sekali bila jatuh dari sana."

Begitulah, penyampaian informasi yang terus menerus dan berulang sepertinya bisa juga mereka terima. Paling tidak bagi anak-anak saya di rumah, saat usia mereka belum genap dua tahun minimal mereka tahu bahwa ada barang yang harus mereka hindari. Kalaupun si kecil di rumah kelihatan tidak bisa mengerti, jangan berkecil hati ya. Mereka kan memang anak-anak, keingintahuan mereka yang besar seringkali tak bisa dilawannya. Jadi tetaplah meneruskan kebiasaan mengingatkan dengan cara menyampaikan informasi kepada mereka dari waktu ke waktu. satu hal yang perlu kita yakini. Mereka mendengarkan kita kok..:)


2.  Berhati-hatilah saat kita beraktivitas dengan menggunakan alat-alat yang berbahaya bagi anak dan aturlah seisi rumah dengan menghindarkan benda berbahaya dari anak, misalnya:
  •  Saat memasak, pasanglah pengaman di atas wajan untuk menghindari muncratan minyak panas, letakkan kembali alat masak berisi air panas atau minyak panas ke posisi yang tak dapat dijangkau anak-anak.
  • Hindari menaruh gelas berisi air panas di meja rendah,
  • Letakkan pisau di tempat tertutup yang cukup tinggi, demikian pula gunting dan benda tajam lainnya.
  • Hindari menaruh korek api di tempat terbuka yang terjangkau oleh anak-anak.
  • Letakkan obat-obatan dalam lemari tertutup yang letaknya tinggi atau agak tersembunyi hingga tak dapat dijadikan alat permainan oleh anak-anak.
  • Letakkan lemari atau rak buku yang berat dengan posisi merapat di dinding hingga kecil kemungkinan terguling dan menimpa anak-anak yang berada didekatnya.
  • Singkirkan barang-barang / furniture  yang tak terlalu penting dari ruangan. lapisi ujung-ujung meja dengan benda yang bisa mengurangi efek benturan bisalnya pelapis karet atau busa.
  • Pasanglah pengaman pada sumber arus listrik, jangan dipasang di posisi yang rendah atau pasanglah penutup untuk menghindari anak-anak memasukkan jari-jari mereka ke lubang sumber listrik. Termasuk juga meletakkan benda-benda elektronik di tempat yang jauh dari jangkauan anak-anak.
  • Pasanglah pintu pengaman di muka tangga, agar si kecil tidak mudah menaiki tangga sendiri.
  • Segera keringkan tumpahan air atau minyak agar si kecil tidak tergelincir karenanya.
  • Tutup lemari dengan sempurna untuk menghindarkan anak-anak dari kemungkinan terjepit atau terkunci di dalamnya.
  • Letakkan ganjal atas pintu kamar mandi dengan kain tebal atau semacamnya saat si kecil bermain air disana, hal ini untuk menghindari terkuncinya anak dalam ruangan tersebut.

Tentu saja masih banyak yang harus kita awasi untuk menciptakan ruangan yang cukup aman bagi si kecil dalam bereksplorasi di dalam rumah.

Mungkin, kita akan melihat isi rumah kita kurang menarik secara estetik, tapi kawan, apa lah artinya estetika dibandingkan keselamatan buah hati kita, jadi tetaplah siaga sebagai bunda. Semoga anak-anak kita terhindar dari bahaya yang tidak perlu selama dalam pengawasan dan penjagaan kita.


Rabu, 16 Oktober 2013

Mengenal Ciri-Ciri Autis Pada Bayi dan Balita

Kemarin, saya sempat ngobrol-ngobrol dengan salah seorang kawan yang sangat khawatir putranya semata wayang mengalami autism. Sebagai ibu, saya sendiri belum pernah menangani langsung anak-anak dengan sindrom yang satu ini. Pengetahuan saya terbatas dari hasil pencarian informasi via internet ataupun membaca artikel-artikel kesehatan saja. 

Dari salah satu blog teman saya yang lain yang kebetulan memiliki sekolah khusus bagi anak-anak autis, saya mencatat beberapa hal menurut saya penting diketahui para ibu dalam menjalan tugas keseharian mengasuh anak-anak. 
Berikut adalah beberapa ciri yang terlihat pada bayi autis atau balita:

1. Tidak ada kontak mata (misalnya melihat anda saat menyusui)
2. Tidak membalas senyuman anda
3. Tidak merespon saat dipanggil namanya
4. Tidak mengikuti objek bergerak secara visual
5. Tidak bisa menunjuk atau melambaikan tangan (da-dah)
6. Tidak mengikuti arah saat anda menunjuk sesuatu
7. Tidak membuat suara ribut atau menangis untuk menarik perhatian anda.
8. Tidak berinisiatif memeluk anda atau merespon pelukan anda
9. Tidak menirukan gerakan atau mimik muka anda (misal mencibir)
10. Tidak mengangsurkan tangan untuk diangkat
11. Tidak bermain dengan prang lain
12. Tidak meminta tolong atau meminta sesuatu.

Mintalah evaluasi dokter anak bila anda menemukan kelambatan ini:
Bayi 6 bulan: Tidak ada senyum atau ekspresi senang lainnya
Bayi 9 bulan: Tidak ada ekspresi sebagai respon (suara, senyum, atau ekspresi wajah lain)
Bayi 12 bulan: Tidak merespon terhadap namanya
Bayi 12 bulan: Tidak mengoceh suara bayi
Bayi 12 bulan: Tidak ada gerakan sebagai respon (menunjuk, memperlihatkan, meraih, atau melambaikan tangan)
Bayi 16 bulan: Tidak mengucapkan kata
Bayi 24 bulan: Tidak mengucapkan dua kata (bukan menirukan atau pengulangan)

Catatan:
Bayi dapat melakukan ini semua TANPA diajarkan. Semua dipelajari sendiri secara natural.
 

Deteksi ASD (Autism Spectrum Disorders) sejak dini bermanfaat karena pada masa bayi, otak masih berkembang dan hal ini dapat mempercepat manfaat perawatan yang diberikan kepada anak. Meskipun ASD sulit dideteksi sebelum usia 2 tahun, ciri-cirinya biasanya bisa diketahui pada usia 1 tahun dan 1,5 tahun. 

sumber : http://hadiyaschool.blogspot.com/

Selasa, 17 September 2013

Konsep "Idola" Dalam Menumbuhkan Sikap Keteladanan

Selepas Isya, adalah waktu yang tersedia bagi saya dan keluarga untuk berkumpul bersama. Biasanya di saat itulah makan malam digelar dan sesudahnya saya dan suami biasa mendengarkan celoteh ketiga putera puteri kami. Maklumlah, seharian mereka bertiga memang ditinggal kami bekerja di luar rumah, sehingga ketika saatnya waktu berkumpul tiba, luar biasa bersemangatnya tiga kakak beradik berebut menceritakan hal-hal yang mewarnai hari mereka.
jadilah pemimpin dengan keteladanan , picture credit : http://www.cielsbm.org/
Diantara banyak hal yang menjadi momen menyenangkan dari saat bertukar cerita kami adalah, saat saya melihat putri kedua saya yang dalam segala sesuatunya sangat terlihat "mengidolakan" si sulung.

Setiap kali saya minta ia bercerita, tak lupa ia menyelipkan kata, "..kata kakak,....." dan seterusnya. Misalnya saja saat saya tanya apakah ada cerita seputar bekal sekolah dan menu sehat di kantin. Ia dengan semangat menjawab:
"Aku tadi makan bekal roti isi Bunda,..oh , iya, kawan semejaku, aku bagi juga Bun,..kata kakak,..kalau ada kawan yang gak bawa bekal, aku sebaiknya berbagi," begitu ia berujar.
Alhamdulillah, rupanya ia mengingat pesan baik yang diajarkan kakak padanya.
Lain waktu, saya mendapatinya sedang mematut-matut diri di depan cermin dengan mencoba memasang kerudung segi empat warna merah muda. Melihat ia kesulitan mengaitkan peniti di bawah dagunya, saya pun berkomentar:
"Wah, dek, kenapa pakai yang segi empat, pakai yang langsung saja."
Si kecil dengan tetap berusaha memakai jilbabnya menyahut:
"Aku mau seperti kakak, kakak cantik kalo pake jilbab segi empat."
 dan begitu seterusnya, banyak hal ia tiru dari kakaknya. Mulai cara kakak berpakaian, membuat sketsa, bekerja dengan laptop, berbicara sehari-hari dalam bahasa Inggris, termasuk membantu saya menjaga adik bayi dan mencuci piring-gelas sendiri usai dipakai.

Bagi saya, selama yang ditiru oleh si kecil adalah hal-hal yang positif, dengan senang hati saya mendukung sang kakak untuk tetap mempertahankan contoh dan tetap menulari pesan-pesan baiknya.

Kepada sang kakak saya sampaikan bahwa sejauh ini, setiap perbuatan baiknya telah mengispirasi adiknya. Bahwa ia menjadi "idola" adik, sehingga apapun yang ia lakukan bisa serta merta ditiru oleh adiknya. Tak ketinggalan, saya juga selalu memintanya agar tetap menjaga perilakunya, karena disitulah sebenarnya tanggung jawab seorang "idola". Idola yang sesungguhnya harus bisa mempertanggungjawabkan perilaku dan perkataannya, sehingga apa yang ia tularkan pada orang lain semestinya hanyalah hal-hal yang positif saja. 

Rupanya, mendengar kata "idola" sudah menaikkan harga diri dan kepercayaan diri bagi sang kakak dan ini memacunya untuk berbuat lebih baik lagi. Kenyataan ini semakin menyenangkan bagi bundanya yang melihat adanya kesempatan untuk menanamkan sikap-sikap positif pada anak-anak.

Dengan mengajarkan konsep menjadi idola yang sesungguhnya ini, saya berusaha menumbuhkan semangat anak-anak untuk saling memberi teladan baik dalam keluarga. Tak hanya itu, saya juga meminta mereka, untuk saling mengingatkan bila ada salah satu dari kami, baik anak-anak dan orang tua yang melakukan perbuatan yang tidak atau kurang baik.

Dengan kebiasaan saling mengingatkan seperti ini, Alhamdulillah, proses penanaman kebiasan berperilaku positif berjalan dengan menyenangkan di tengah-tengah keluarga. Bagi kakak yang menjadi "idola" adik, ia jadi selalu mawas diri untuk tetap memberi contoh baik. Untuk adik, ia juga ingin menjadi contoh bagi adiknya yang lain atau teman-temannya, dan bagi ayah dan bunda, tentu saja kemawasdiriannya harus lebih berlipat ganda. Sebab, setiap perilaku dan perkataan ayah dan bunda lah yang jelas akan menjadi perhatian pertama bagi anak-anak di rumah :).

Rabu, 28 Agustus 2013

Math on The Road (2) : Mengenal Bentuk Geometri Sederhana

Matematika itu menjadi menarik bagi anak-anak, manakala mereka tak sengaja menemukan aplikasinya dalam kehidupan nyata. Saat mendampingi anak-anak menuju sekolah mereka, misalnya, saya seringkali terlibat obrolan santai yang penuh muatan materi belajar matematika.

"Atap rumah itu kayak segitiga ya Bun," kata Little Ayomi sembari menunjuk atap rumah penduduk yang kami lewati saat berkendara pagi menuju sekolah.
Saya mengangguk.
"Dan, itu, kotak minuman dingin itu bentuknya apa dek?" tanya saya melanjutkan sambil menunjuk kearah kotak berwarna merah yang biasa digunakan pemilik warung menyimpan minuman dingin.
"Oooo, that's rectangle..i know it..:) " seru putri saya dengan senang.
"And that one, " katanya melanjutkan menunjuk serentetan bola warna warni yang digantung didepan toko mainan yang kami lewati, "Those are circle.." katanya.

Dan begitu seterusnya. Kadang putri saya, saking semangatnya menemukan bentuk-bentuk lainnya selain bentuk dasar semacam bujur sangkar atau persegi panjang dan lingkaran. Ia juga bisa mengidentifikasi bahwa dalam sebuah bangunan rumah beragam bentuk menjadi komponennya. Ada segitiga, segi empat, lingkaran, belah ketupat, bahkan segi enam dan segi delapan (ia menemukannya dalam bentuk lampu yang terpasang di atas pagar rumah tetangga kami).

Obrolan sederhana, menjadi pembuka acara belajar kami setiap hari. Mengenal bentuk salah satunya. Bagi anak-anak usia balita hingga mereka yang duduk di kelas dua sekolah dasar, obrolan semacam ini cukup membantu dalam memperkenalkan konsep bangun dua dan tiga dimensi.


Selasa, 27 Agustus 2013

Math on The Road : Bermain Angka di Plat Nomor Kendaraan

Seperti kebanyakan pagi kami, pagi ini saya dan putri kedua saya, Little Ayomi (7 yo) menumpang becak dari kompleks perumahan kami menuju rumah nenek. Putri saya ini sangat suka naik becak, sebab sepanjang perjalanan ia bisa mengamati banyak hal tanpa terburu-buru. Berbeda jika ia menumpang kendaraan lain semisal sepeda motor atau mobil. Tambahan pula, katanya ia jadi bisa banyak mengobrol dengan saya tentang apa saja yang menarik minatnya selama di perjalanan.

Pagi ini, saat becak kami mengantri di belakang sebuah mobil sedan 1500 cc keluaran terbaru sebuah perusahaan Jepang berwarna hijau terang, putri saya dengan semangat mengajukan pertanyaan.
"Bunda, apa sih maksudnya angka di plat nomor mobil itu, 12-17 ?" tanyanya sambil menujuk ke arah plat nomor mobil hijau itu.
"Ooo..itu maksudnya, mobil itu, harus kembali memperbaharui pendaftaran nomor kendaraannya ke kepolisian pada bulan Desember tahun 2017,"  sahut saya.

Saya pun lalu bercerita sekilas tentang mekanisme pendaftaran Surat Tanda Nomor Kendaraan dan siklus pembayaran pajak kendaraan bermotor yang lima tahunan pada putri saya. ia tampak menyimak dengan serius.
"Mobil itu belum lama dibeli lho kak," kata saya
"Bagaimana Bunda tahu?"
Saya menunjuk ke arah plat nomor kendaraan itu kembali.
"Tuh lihat, kendaraan itu baru dibeli bulan Desember tahun 2012, tahun lalu. Ini mobil keluaran terbaru, makanya masih bagus ya," kata saya. 
Ia mengangguk-angguk.
"Hmm, brarti lima tahun laginya itu tahun 2017, trus dia harus dibayar pajaknya lagi ya," katanya sambil manggut-manggut.
Wah, ia tertarik menghitung rupanya. Tak berhenti sampai disitu. Ia lalu menunjuk ke arah plat sepeda motor di samping becak kami.
"Nah kalo itu, 08-16, berarti bayar pajaknya nanti Agustus 2016 ya Bun,mmm.....dan bapak itu belinya dulu tahun...2011?" katanya meminta persetujuan saya.

"Bisa jadi, atau lima tahun sebelum 2011, kan nomornya diperbaharui lima tahunan," sahut saya sambil mengangguk.

Melihat saya mengangguk setuju, putri saya senang bukan kepalang. Jadilah disisa perjalanan sepanjang kurang lebih satu kilometer atau lima belas menit menumpang becak, ia sibuk berhitung dengan deret hitung dengan interval (faktor pembeda) lima tahunan.

Kebetulan sekali, malam sebelumnya saya mengajarinya pola menghitung dengan deret hitung, selain mengajarinya mengenal bilangan ganjil dan genap. Rupanya pagi ini, ia dengan suka cita mengulang pelajarannya dengan cara yang ia anggap "mengasyikan". Jadi, selain berhitung deret hitung lima, ia juga sibuk mengenali angka genap dan ganjil  :).

 Menyenangkan kan,..belajar itu memang asyik dan bisa dilakukan kapanpun dan dimanapun dan tentu saja, tanpa terpaksa.




Selasa, 30 Juli 2013

Walk The Talk : Yess We're Ready To Be a Good Model

When i decided become a mother, i felt not sure what kind of mom will i be?

Will i become a funny mommy? A smart one who can solve every problem that bother my child's live, or will i be an ordinary mom, or the worst the one with only less knowledge and confused by everything's around me. Whether i hope be a good mom, still i know deep inside my heart that i have to struggle until i can achieve that "good" standard.

Lately, after granted of three sweet children i find that be a mother is a gift. You can sometimes feel helpless and not always know all the things but you still be okay.

 credit picture : http://ws7s6w.blu.livefilestore.com/
To build a positive relationship between me and my children, i learn from other mothers, my Mom and by reading so many literature. But, you know, the best recipe to keep our good relationship is my modelling. 

My children love to read when i show them that reading is a fun thing. They like to smile a lot because i seem happy to do that. They feel happy to study because their mommy show them how fun it is. They prefer to stay home in holiday than going to the mall, and happily help me with my works instead of playing with the computer, because they see their father do that in his spare time.

I learn from my own experience that all theories are nothing without implementations. I just can't tell my children to do something that i don't like to do. So better for me to  tell them what i really like to do and do exactly what i say in front of them. I realize, to be good model, we must have integrity. So this is it. When i become a mother, i must challenge my self to be a good model instead of spreading words only. That's the heart of life learning.

How 'bout you? :)

Kamis, 18 Juli 2013

Puasanya Bayi-Bayi

gambar diunduh dari : http://www.portalkbr.com/berita/TeenVoice/


Ah, yang serius dong, masak bayi-bayi ikutan puasa?

Jangan kaget dan heran dulu ya, tapi itulah yang terjadi di rumah kami. Tinggal seorang bayi yang tinggal disana, dan dia adalah Baby Aliy ^^, si bungsu yang sekarang hampir tak bayi lagi sebenarnya, karena usianya sudah memasuki dua puluh dua  bulan. Tak lama lagi ia memasuki usia batita alias toddler , tahapan belajar baru bagi seorang anak. Untuk itulah tahun ini ia sudah kami (saya dan suami) ajak menikmati "puasa" Ramadan, agar ditahun berikutnya ia sudah bisa belajar lebih banyak tentang puasa.
---ooo---

Sebenarnya, semenjak tahun lalu baby Aliy sudah bertemu dengan Ramadan. Kala itu ia masih benar-benar bayi, sebab usianya belum genap satu tahun, tepatnya sepuluh bulan saja, dan sejak itu pula ia sebenarnya telah kami kenalkan dengan ritual Ramadan seperti acara sahur bersama, buka puasa bersama, sholat tarawih dan tadarus di waktu khusus dan serangkaian ibadah rutin lainnya.

Sebagai bunda, saya percaya sejak seorang anak masih dalam kandungan, ia sejatinya telah memiliki hubungan erat dengan Rob nya, Alloh SWT yang mencipta dan memeliharanya. Untuk itulah sangat masuk akal bagi saya apabila anak kita ajak berdekatan dengan Tuhannya semenjak ruh ditiupkan padanya. Itu sebabnya, semenjak anak-anak dalam kandungan, untuk berkomunikasi sejak dini dan demi mengenalkan mereka pada bacaan dan kata-kata, saya lebih  suka membacakan mereka ayat-ayat suci Al-Quran dan terjemahnya tinimbang membacakan buku lainnya. Saya juga lebih suka memutarkan rekaman murotal dibandingkan memperdengarkan musik-musik klasik seperti yang banyak disarankan oleh para ahli. 

Saya memang tak pernah membuat riset khusus tentang hubungan kebiasaan ini dengan kemudahan anak-anak dalam aktivitas belajar mereka dikemudian hari, namun faktanya, setelah mereka tumbuh menjadi anak-anak, saya temukan, mereka relatif mudah saat mempelajari bacaan Quran. Alhamdulillah. Bukan itu saja, refleks mereka saat belajar membaca huruf latin juga tak kurang baiknya.  Kenyataan ini menambah kepercayaan saya, ala bisa karena biasa. Apa yang kita biasakan menjadi rutinitas anak-anak sejak dini menjadi modal mereka dalam mempelajari isi dunia dan mengembangkan dirinya.
---ooo---
Kembali ke ritual puasa. Apa yang bisa kita ajarkan pada bayi di rumah?
Sekali lagi, saya percaya bahwa sekalipun hanya sedikit demi sedikit, namun yang penting adalah mengenalkan hal-hal baik sebagai rutinitas dalam kehidupan anak. Saat Ramadan tiba, tentu saja ada perubahan dalam jadual keseharian kami. Bukan hanya bunda yang harus bangun sebelum shubuh, namun anak-anak juga harus bangun saat waktu sahur tiba, yang berarti kegiatan pagi mereka dimulai jauh lebih awal, kurang lebih satu setengah jam lebih awal dibanding hari-hari lain diluar Ramadan.

Saat para kakak dibangunkan pada pukul empat pagi, adik bayi seringnya ikut terbangun secara otomatis. Tangisan dan rengekan adik bayi mewarnai hari-hari awal puasa kami. Namun, saya sudah mengingatkan kepada seluruh anggota keluarga lain agar menambah stok kesabaran menghadapi hal ini. Saya katakan pada mereka bahwa adik bayi pun ingin belajar makan sahur dan mengenal Ramadan seperti kakak-kakaknya. Jadilah para kakak mau diajak bekerja sama untuk menghibur adik bayi jika rewel saat sahur, sementara saya mempersiapkan kebutuhan sahur mereka. Inshaa Alloh, ada pahala bagi anak-anak baik yang mengajari adiknya kebaikan pula. Begitu selalu saya katakan pada mereka.

Memasuki hari kesepuluh puasa kami, adik bayi sudah makin jarang rewelnya. Malahan dengan suka rela ia turut makan sahur bersama kami. Meski hanya sedikit, meski hanya ikut-ikutan saja, tapi tampaknya ia mulai menikmati kebersamaan dan rutinitas saat sahur tiba. 

Disiang hari, saat anggota keluarga lain berpuasa, adik bayi juga diajarkan untuk menghormatinya. Saat waktu makan siangnya tiba misalnya, saya ajak ia makan di ruangan lain, tidak didepan kakak-kakaknya. Tentu saja sambil mengatakan padanya bahwa "kita harus menghormati kakak yang berpuasa". Saya percaya, meski adik bayi belum lagi lancar berkata-kata ia bisa memahami kata-kata saya. Mungkin hasilnya tak bisa dilihat sekarang, tapi nilai-nilai yang kita tanamkan pada sejak dini akan tertanam dalam benaknya dan terus terbawa hingga ia dewasa.

Disore hari, menjelang berbuka, para kakak terbiasa mengajak adiknya menyiapkan menu berbuka mereka, semisal menyiapkan sirup atau penganan kecil. Keriaan menjelang berbuka ini tampaknya menjadi saat favorit bayi saya. Ia juga tampak bersemangat dan gembira saat waktu berbuka tiba.

Mudah-mudahan apa yang kami ajarkan padanya sejak bayi dapat menjadi pengalaman indah yang mendasari perkembangan jiwanya kelak dikemudian hari. Inshaa Alloh.

Jakarta,  19 Juli 2013
hari kesepuluh Ramadan



Senin, 15 Juli 2013

Puasa Tersulit,Puasa Bunda



credit picture:  http://4.bp.blogspot.com
"Bunda cerewet kan kak?", senyum-senyum ayah menggoda di sela-sela hectic nya waktu sahur kami.
"Setujuu...," seru si sulung sambil tersenyum lucu. Matanya mengerling turut menggoda. 
Saya cuma tertawa. Pagi ini saya sedang bahagia.
Dikali lain mungkin saya cemberut atau mengernyit tak rela.
---ooo---

"Kalo Bunda gak sedang terburu-buru, bunda itu lucu," kata little Ayomi dengan manis.
"Masa sih, de'?"
"Bunda bisa bikin aku ketawa, soalnya ceritanya lucu-lucu," katanya lagi..

Saya sedikit ge er karena ia tulus memuji bundanya yang seadanya ini.  Saya hargai kejujurannya, ah, seberapa sering saya terburu-buru?..

Ia mengangguk-angguk yakin sambil dengan manja meletakkan kepalanya di pangkuan saya.
Saya mencium rambut hitamnya dan dia tersenyum senang. Selepas maghrib yang sarat penat namun juga makna. Sebab, sehari penuh saya meninggalkan tiga malaikat dirumah dan dengan padatnya agenda Ramadan kami, acara melepas kasih sayang sederhana macam ini jadi luar biasa rasanya.
---ooo---

"Mauuuuu, iup..." (mau sirup), teriak baby  Aliy. 
Jarinya menujuk-nunjuk sebotol sirup coco pandan  diatas lemari pendingin.
"Mas mau ini?," tanya saya, entah kenapa, enggan.
Saya sempat menghela nafas berat, karena usai menunaikan sholat tarawih bersama, saya masih harus bebersih dan menyiapkan konsumsi untuk sahur nanti. Sementara sedikit terpikir untuk menyicil membaca literatur hukum sebelum tidur, modal menuntaskan tugas kantor esok hari.

 Malam merambat cepat tanpa saya sadari, hampir pukul sepuluh dan makhluk kecil yang manis itu urung saya ajak ke tempat tidur. Ia masih sibuk meniru suara mesin mobil sambil berlarian di dapur saya..miring kiri miring kanan, berbelok seenaknya hingga hampir menabrak meja dan kursi, ups, saya terpaksa ikut berkejaran menjaganya dari belakang.

"Hhhh," keluh samar saya. Berharap tak tertangkap mata siapapun, agar tak ada yang menyadari betapa susah payah saya menjaga hati dan diri agar tak mudah menyerah. 

Meski separuh tenaga, saya peluk lelaki kecil yang tak sudi diam sejenak itu, waktu saya yang tak lebih itu miliknya.
---ooo---

Ini Ramadan..ini Ramadan..

Jika sehari-hari saya niatkan hari-hari sebagai pengawal kapal kecil kami adalah ibadah  saja, apatah lagi di hari-hari Ramadan..

Bukan cuma sekadar stiker bintang atau orang tersenyum yang akan saya dapat di lembaran muhasabah layaknya yang didapat anak-anak sekolah dasar yang menggenapkan puasa sehari..saya ingin yang lebih..yang lebih..

Cinta itu, tawa menggoda suami dan si sulung yang hanya bisa terlontar manakala hati mereka penuh cintanya pada saya,..
atau little ayomi yang bermanja karena tahu saya tak kan memintanya pergi atau, bayi laki-laki saya yang dengan polos minta apa saja pada bundanya, sebab ia tak paham ada lelah dan putus asa , meski sesekali..

---ooo---
Hari ini, setelah enam hari lewat di Ramadan saya yang riuh
Rindu saya untuk berkata-kata padaNya makin lebih saja..
meski seringnya lebih lewat hati..merapal namaNya berkali-kali, mohon ampun berjuta kali..
Namun, masih saja singgah di hati dan pikiran, ini bagaikan Ramadan saya yang pertama kali

Demi Dia, saya inginkan lebih..inginkan lebih..
sebab, jika saya ingin berbagi semangat yang penuh pada tiga malaikat saya , maka sayalah yang pertama tak boleh merasakan gamang dan kesulitan..

Tak bisa ditandingkan,
saya dan perempuan-perempuan perkasa di jalanan sana. Mereka yang sigap menggendong anaknya di depan, dan memanggul beban angkut di punggungnya. Atau mereka yang mesti menguras keringat saat menyapu sepanjang jalan protokol di panas terik. Atau mereka yang teraniaya karena tak mampu membela diri. Atau mereka yang setengah hati karena separuh jiwanya telah pergi, atau bersusah hati karena ingin berdaya namun tak berdaya..

Saya punya apa yang pantas menurutNya untuk saya. Tak ada alasan menebar keluh dan gelisah. Ada esok hari yang mesti saya bela, karena sebagian tugas saya di luar sana juga menanti. Setidaknya saya bisa berguna. Itu saja. :)

Saya sudah punya yang lebih,
dimana syukur itu bersemayam, itulah rumah terindah yang sempurna untuk saya..

Ini Ramadan,
saat saya berkontemplasi...


Jakarta, 16 Juli 2013
 

Selasa, 09 Juli 2013

PENTING: Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Saat Bicara Dengan (Pra) Remaja


Saat kita berbicara dengan (pra) remaja kita di rumah bukan hanya kata-kata yang dapat menjadi sarana berkomunikasi,  bahasa non verbal pun turut mengambil peranan penting yang mendukung ucapan kita.
Meskipun orang tua tengah dilanda kelelahan sepulang bekerja, misalnya, bahasa tubuh kita tetaplah harus dikendalikan agar tampak tetap sedia saat mendengarkan (pra) remaja kita saat berbicara pada kita dengan sepenuh hati. 

Tak ada seorang pun yang suka berbicara pada orang yang tidak sepenuhnya menaruh perhatian padanya, hal ini pun dirasakan dan dipikirkan  oleh (pra) remaja kita saat hendak berkomunikasi dengan kita, orang tuanya.
Berikut lima faktor penting yang perlu kita perhatikan saat hendak membuka komunikasi efektif dan positif dengan (pra) remaja kita dirumah:

Gunakan nada suara yang tepat. Intonasi, volume dan tinggi rendahnya suara dapat merubah arti kata-kata yang kita ucapkan. Dengan menggunakan nada yang riang dan ringan  orang tua akan memperoleh perhatian lebih dari anak  dibandingkan apabila kita menggunakan nada suara yang terkesan sedih atau murung.

Gunakan kontak mata saat mendengarkan sang (pra) remaja berbicara. Kontak mata menunjukkan bahwa orang yang berbicara menaruh perhatian pada apa yang menjadi pokok pembicaraan si pembicara dan hal tersebut dapat memancing percakapan selanjutnya.

Senyumlah saat berkomunikasi dengan anak. Penelitian menunjukkan bahwa mimik wajah merupakan sarana komunikasi utama dalam sebuah komunikasi yang mampu menunjukkan perasaan seseorang dan menunjukkan senyuman dapat menaikkan perasaan positif pada diri lawan bicara. Jadi, saat kita tersenyum, hal itu dapat meningkatkan aura positif dalam proses komunikasi antara kita dengan sang (pra) remaja.

Gunakan bahasa tubuh yang terbuka. Hindari gerakan menunjuk-nunjuk dengan jari atau menaruh tangan di pinggang saat berbicara dengan anak. Bahsa tubuh yang positif semacam mengangguk atau gerakan tangan yang sesuai dapat mengundang anak untuk berbicara lebih banyak.
 credit photo : http://cdn.madamenoire.com

Jangan ragu untuk menyentuh/membelai anak. Pelukan dan ciuman selamat malam masih terasa penting bagi anak meskipun mereka mulai beranjak remaja. Tak perlu sungkan menunjukkan rasa kasih sayang dengan membelai rambut atau memeluknya. Anak-anak tetaplah anak-anak meskipun mereka beranjak dewasa.. :).
 
referensi:

http://parentingteens.about.com