Jumat, 23 November 2012

Menjaga Keingintahuan Anak-Anak




Semua orang SUKA BELAJAR saat masih kanak-kanak. Tidak percaya? Lihat saja anak-anak yang sedang bermain bersama teman-temannya. Mereka mencoba banyak hal baru, bekerja sama membangun sesuatu, saling bertanya dan mencari tahu jawabannya.

Saat berinteraksi di rumah dengan keluarga mereka cenderung banyak bertanya dan jika tak puas dengan jawaban orang tua, misalnya, mereka memiliki kecenderungan untuk mencari alternatif jawaban dengan melakukan banyak uji coba melalui cara yang disukainya. Sayangnya, seringkali pengaruh kondisi lingkungan sekitar, aktivitas yang menumpuk dari kegiatan sekolah serta hal lain seiring dengan pertambahan usia mereka, sedikit demi sedikit keingintahuan yang ada pada jiwa kanak-kanak mereka akan berkurang, bahkan bisa hilang sama sekali.

Bagi saya, penting untuk menjaga anak-anak agar selalu memiliki rasa ingin tahu, sebab keingintahuan merupakan alasan pokok bagi seseorang untuk mempelajari sesuatu. Dari berbagai sumber yang saya baca, saya membuat daftar hal-hal yang bisa dilakukan orang tua untuk menjaga keingintahuan anak-anak, sebagai berikut:

  1. Sama untuk semua hal lainnya, kita harus menjadi model yang baik bagi anak-anak. Tunjukan minat belajar kita, misalnya perlihatkan pada mereka bagaimana kita membaca, menulis ringkasan, mencari jawaban via internet (browsing), serta berdiskusi dengan orang lain untuk menemukan jawaban atas sesuatu yang ingin kita ketahui.
  2. Berusaha menunjukkan pada anak-anak dan mengajak mereka melakukan "hal-ha baru" meskipun hanya yang bersifat sederhana, misalnya mencoba resep masakan baru, mencoba cara masak yang berbeda (biasanya digoreng, kita coba dengan memanggang)
  3. Ajari anak untuk mencari jawaban atas keingintahuannya sendiri. Saat anak bertanya tentang sesuatu, daripada langsung memberi jawabannya, minta anak untuk berusaha menemukan jawabannya sendiri. Saya biasa mempraktikan hal ini dengan anak-anak dirumah. Ketika si sulung bertanya tentang arti kata tertentu dalam bahasa Inggris misalnya, saya tak pernah memberi jawab, tapi selalu meminta ia membuka kamusnya sendiri. Lama kelamaan ia menjadi terbiasa, mencari jawaban terlebih dahulu dibanding langsung bertanya pada saya..:).
  4. Bertanyalah pada anak-anak. Saat anak datang pada kita dan menyampaikan informasi tentang hal baru yang dipelajarinya. Kita jangan hanya mendengarkan saja. Tanyakan pada mereka apa yang membuat mereka tertarik dari hal baru tersebut. Atau saat mereka bertanya sesuatu pada kita, jangan lupa kita tanyakan apa alasan mereka menanyakannya. Ajak juga anak-anak untuk mendiskusikan hal-hal yang diminatinya tersebut.
  5. Siaplah menjawab pertanyaan mereka kapanpun. Jangan sebatas menjawab "nanti ya," atau "jangan sekarang nak, bunda/ayah sibuk,". Meskipun jawaban kita tak lengkap atau sekedar mengarahkan mereka untuk mencari jawaban sendiri, tapi berusahalah ada buat mereka saat mereka ingin memperoleh jawaban atas sesuatu. Penolakan kita akan berujung pada hilangnya keingintahuan dan minat belajar mereka.
  6. Sesederhana apapun, usahakan menyediakan akses dan sumber belajar bagi anak. Dirumah, saya dan suami suka mengoleksi buku-buku, dengan tema beragam dan untuk segala usia. Buku-buku ini tidak semuanya kami beli baru, justru kebanyakan adalah buku bekas yang kami peroleh di pasar loak, tapi bagi anak-anak tetaplah sumber belajar yang menarik. Selain itu, kita bisa menyediakan sambungan internet, dan mengoleksi link-link untuk bahan belajar anak-anak (jika mereka beum dapat menemukan link sendiri) dan sumber belajar lain sesuai kemampuan keluarga.
  7. Hindari memberi hadiah (reward) untuk anak atas usaha belajarnya. Kebiasaan menawarkan hadiah hanya karena anak belajar sehari-hari akan menyebabkan anak melakukan aktivitas belajarnya semata karena hadiah itu dan tidak membawa manfaat dalam menumbuhkan minat dan keingintahuannya. Jadikan belajar sebagai aktivitas harian yang wajar dan menjadi kebutuhan dasar layaknya makan, minum dan mandi. Biarkan anak-anak memahami bahwa belajar adalah kebutuhan seumur hidup.


source : dari berbagai sumber



Minggu, 18 November 2012

No One is Supermom (Can You Ready in 15 Minutes?)



gambar diunduh dari :http://4.bp.blogspot.com/

Satu hal yang perlu diingat setelah kita menjadi seorang ibu, baik kita adalah ibu yang bekerja di luar rumah ataukah ibu rumah tangga penuh, setiap kali kondisi mengharuskan kita keluar rumah, rasanya sulit sekali untuk bersiap-siap kurang dari 15 (lima belas menit) saja. Mungkin kebiasaan baru ini tak terjadi pada bunda sekalian, tapi jelas terjadi pada saya. Tiba-tiba tak ada lagi saat bersiap yang singkat dan cepat, apalagi saat saya terpaksa menitipkan anak-anak ke tempat penitipan anak atau ke rumah neneknya..:D.

Saya sadar sepenuhnya, bahwa sebagai seorang ibu yang bekerja di luar rumah, saya haruslah menjadi sosok yang "paling teratur" di rumah. Saya hars bisa mempersiapkan sebanyak mungkin hal. Saya melakukan hal-hal yang bisa saya kerjakan disaat memiliki waktu luang, sebelum datangnya kesibukan yang tak diduga-duga. Sebab ada kalanya, di suatu pagi saat saya harus segera berangkat ke kantor untuk mengejar jadual rapat penting, tiba-tiba saja sikecil mengotori satu-satunya blazer saya yang sudah rapi tersetrika..>.<.

Saat menghadapi anak-anak, kita tentunya mahfum, bahwa semakin muda usia mereka, semakin mudah mereka diatur. Mungkin hanya akan ada (kalau tidak mau dibilang tak ada)  "perang" saat merapikan baju atau menggosok gigi mereka, tapi tetap saja, urusan anak-anak menjadi salah satu "pekerjaan" yang wajib dikerjakan bunda manapun didunia, tanpa cuti sepanjang tahun.

Berikut beberapa tips yang saya kumpulkan dari berbagai sumber agar saya bisa (hampir selalu) bersiap keluar rumah tepat waktu dalam waktu relatif singkat:

  1. Lakukan sebanyak mungkin persiapan dimalam sebelumnya jika kita harus keluar rumah esok harinya, misalnya mengepak tas bayi/tas anak-anak yang akan dititipkan ke rumah nenek atau penitipan anak, siapkan baju anak-anak untuk dipakai esok hari saat bepergian termasuk menyiapkan pilihan jika ternyata cuaca berubah.
  2. Menyiapkan tas kita sendiri, kumpulkan juga barang-barang pribadi yang penting seperti dompet (dengan uang didalamnya/kartu atm/kartu kredit-jangan kosong ya..;p), kunci rumah cadangan, kunci mobil/motor, dan telepon seluler.
  3. Jika kita termasuk yang tidak suka meninggalkan rumah dalam keadaan kotor dan berantakan, maka sembari menyiapkan tas dan baju anak-anak tadi, bisa juga sekaligus kita mencuci pakaian dengan mesin, dan cucilah piring-piring kotor bekas makan malam dan setelahnya siapkan meja makan dan menu sarapan cepat diatasnya semisal roti, margarin, selai atau sereal termasuk menata mangkuk dan sendok agar ketika besok waktu sarapan tiba, anak-anak/suami tinggal menggunakannya.
  4. Esok paginya, siapkan terlebih dahulu anak-anak, mulai memandikan, memakaikan baju serta menyuapi mereka yang masih kecil/bayi, baru setelah itu kita sendiri yang berganti pakaian. Urutan yang demikian memperkecil kemungkinan pakaian kita terkena noda yang tak perlu saat mengerjakan pekerjaan lain.
  5. Bagi bayi, kenakan pada mereka popok sekali pakai (pospak) saat bepergian.
  6. Bagi anak-anak usia batita atau pra sekolah, untuk mengisi rutinitas pagi mereka kita bisa merancang permainan tertentu yang melibatkan mereka dalam kegiatan pagi. Sebagai tambahan bisa kita putarkan CD lagu anak-anak agar mereka bersemangat memulai aktivitas. Misalnya kita bisa meminta mereka membereskan dulu tempat tidur mereka sebelum keluar kamar dan meminta mereka segera mandi. Semakin mereka merasa senang dan dilibatkan, semakin mudah bagi kita meminta mereka mengikuti instruksi kita.
  7. Berbagilah tugas dengan pasangan. Dimalam hari, kita bisa saling berbagi tugas antara mencuci piring dan mengantarkan anak-anak tidur. Paginya, mungkin kita bisa meminta suami yang memandikan anak-anak, sementara kita menyiapkan sarapan dan saat kita memakaikan baju mereka, suami bisa mempersiapkan dirinya sendiri.
  8. Jika kita terbiasa mengendarai mobil/sepeda motor sendiri, isilah bahan bakarnya saat kita sendirian dan tidak diburu waktu, meskipun saat itu tangkin bahan bakar tidak terlalu kosong.
  9. Semakin teratur kita, semakin mudah segala sesuatunya berjalan. Jika kita terbiasa melakukan segala sesuatu di satu waktu, itu hanya akan membuat stress makin tinggi dan berimbas pada anak-anak juga, akibatnya mereka bisa ikut rewel.
  10. Berpikirlah santai dan sederhana. Tanamkan pada diri sendiri bahwa tak ada seorangpun yang bisa menjadi "super mom". Di suatu pagi mungkin segala sesuatu berjalan lancar, namun tidak di pagi yang lain. Jangan menargetkan sesuatu yang tidak realistis bagi diri sendiri.
  11. Jika segala sesuatu berjalan sesuai rencana, berilah penghargaan pada diri sendiri, minimal merasa bahwa kita adalah "Pengatur strategi" yang baik, dan jika ternyata di satu kesempatan pagi kita berantakan, yah sudahlah...kembali ke poin 10 di atas, No one is supermom..smile and all is well..:)).


 





Minggu, 11 November 2012

Saat Bunda Harus Kembali Bekerja Diluar Rumah


gambar diunduh dari : http://2.bp.blogspot.com/

Mungkin saat ini bunda sedang menalani cuti panjang dari pekerjaan? Entah cuti usai melahirkan sang buah hati, cuti sementara karena melanjutkan pendidikan atau jenis cuti lainnya yang membuat bunda bisa berada dirumah cukup lama. Seperti saya misalnya, saat ini saya masih menjalani cuti diluar tanggungan negara yang lamanya 22 bulan karena harus mendampingi suami yang melanjutkan pendidikan di luar negeri. Selama waktu cuti itu, praktis saya menjalani tugas murni sebagai ibu rumah tangga yang tak terganggu urusan pekerjaan kantor. Senang sekali rasanya bisa berkonsentrasi mengurus rumah dan keluarga tanpa halangan.

Namun, tak terasa masa cuti saya hampir berakhir. Hufhhh, waktu 22 bulan ternyata tak terlalu lama juga. Padahal sementara saya berada di rumah, suami dan anak-anak tampak amat menikmati kehadiran dan perhatian saya yang tak terbagi-bagi. Apalagi selama masa cuti saya sempat melahirkan putra bungsu saya yang sekarang berusia 13 bulan. Dia menjadi satu-satunya bayi saya yang saya asuh sendiri tanpa bantuan orang lain, tidak seperti kakak-kakaknya dulu yang sebagia tugas pengasuhannya saya (terpaksa) bagi dengan pengasuh atau keluarga dekat. Jadilah si bungsu kini sangat dekat dengan saya. Dan menjelang berakhirnya cuti panjang saya, makin terasa berat buat meninggalkan rutinitas saya sebagai ibu rumah tangga   :('. 

Meski saya sudah pernah mengalami masa-masa serupa, saat harus kembali bekerja seusai menjalani cuti melahirkan kedua anak saya yang lain, namun tetap saja, saya memerlukan persiapan ketika harus menjalaninya lagi kali ini.

Berikut adalah cuplikan catatan kecil yang seringkali saya baca kembali manakala menghadapi situasi seperti saat ini. Catatan ini saya kumpulkan dari berbagai sumber dan saya nilai masih sangat berguna untuk mempersiapkan keluarga saya disaat saya harus kembali bekerja.

Disaat kita harus bekerja kembali, anak-anak biasanya justru terasa makin membutuhkan kehadiran kita. Menyesuaikan diri terhadap perubahan adalah sebuah tantangan bagi keluarga (terutama kita dan pasangan), dan kembali bekerja akan membawa perubahan terhadap hubungan kita dan suami serta anak-anak.

Mempersiapkan Anak-Anak
Hal terpenting yang perlu diingat adalah apa yang membuat anak-anak bahagia. Seiring dengan bertambahnya  usianya, kebutuhan anak-anak dimulai dari kebutuhan akan rasa aman dan nyaman saat bernteraksi, kebutuhan akan kesempatan bermain, dorongan dan perkembangan keterampilan. Jika kita dapat mencari tahu cara untuk memenuhi kebutuhan anak-anak tersebut disaat kita tak berada didekat mereka, tentu akan lebih mudah bagi kita untuk memutuskan saat harus kembali bekerja diluar rumah.

Saat anak-anak baru memulai masa-masa mereka di child care atau tempat penitipan anak, mereka akan mengalami kecemasan karena harus berpisah dari bunda yang biasa menjaga mereka. Mereka mungkin menjadi sedih dan khawatir saat tidak menghabiskan waktu bersama dengan kita. Namun, kondisi tersebut terbilang normal dalam perkembangan anak-anak, dan saat kita merasa sedih karena harus berpisah dengan si kecil, ada beberapa cara yang dapat kita lakukan untuk mengurangi rasa cemas mereka.

Beberapa ide untuk membantu anak-anak beradaptasi saat kita harus kembali bekerja diluar rumah:
  1. Bicaralah pada anak-anak tentang apa yang akan terjadi terhadap perubahan rutinitas harian di rumah. Rutinitas akan membangkitkan rasa aman dan perasaan memiliki dan dimiliki pada diri anak, dan mereka perlu mengetahui terlebih dahulu, manakala akan terjadi suatu perubahan dalam rutinitas tersebut.
  2. Berlatihlah dahulu dengan perpisahan-perpisahan kecil dan singkat untuk menunjukkan pada anak-anak, bahwa apabila kita terpaksa keluar rumah dalam waktu tertentu, kita akan selalu kembali pada mereka. Latihan dapat dimulai untuk durasi yang sangat singkat semisal bermain sembunyi-sembunyian dengan si kecil. Bagi si kecil mungkin akan memakan waktu cukup lama untuk menerima situasi harus terpisah dengan bunda nya.
  3. Ambilah semua langkah yang mungkin  untuk memasikan anak-anak berada dalam kondisi yang aman dan terpantau/terurus dengan baik. Jika anak dititipkan di Tempat Penitipan Anak, jangan ragu-ragu untuk bertanya segala hal tentang standar pengelolaan mereka, bagaimana mereka menangani anak-anak dan sebagainya, sebab hal ini akan membuat kita merasa lebih tenang saat harus meninggalkan anak-anak sementara dibawah pengawasan mereka.
  4. Selalu berpamitan pada anak dan jelaskan pada mereka kapan kita akan kembali. Jika anak merasa cemas dan sedih, mungkin ada waktunya kita harus meninggalkan mereka secara diam-diam. Namun yang penting diingat adalah, ritualberpamitan dapat membangun kepercayaan dalam diri anak pada kita dan membiasakan mereka pada pola ini dilain waktu.
  5. Saat anak-anak berada di Tempat Penitipan Anak, biarkan mereka membawa barang-barang pribadinya yang membuat mereka akan merasa nyaman dan merasa seperti di rumah sendiri, misalnya selimut, bantal, boneka kesayangan atau mainan lainnya.
  6. Bersimpatilah pada sikecil, katakan padanya bahwa kita paham betapa sulitnya harus berpisah dengan bunda dan bahwa sebagai bunda kitapun sulit berpisah dengannya dan bunda selalu berharap bisa sellau ada didekatnya.
  7. Ikutilah rutinitas yang sama setiap pagi sehingga anak-anak dapat mengetahui urutan-urutannya dengan baik dan menjadi terbiasa karenanya.
  8. Jika memungkinkan, carilah pekerjaan di luar rumah yang tidak mengharuskan kita bekerja sehari penuh, melainkan paruh waktu atau hanya peru beberapa hari dalam seminggu.
Menjaga Hubungan Dengan Pasangan dan Anggota Keluarga Lain
  1. Hubungan dengan pasangan dan keluarga dekat lain mungkin akan terpengaruh pula manakala kita harus kembali bekerja diluar rumah. Rahasia kecil yang bisa membuat kita mengurangi pengaruh "buruk" nya dalah sebisa mungkin memanfaatkan waktu bersama dengan mereka. Misalnya:
  2. Habiskan waktu dengan anggota keluarga, meskipun hanya sebatas menonton televisi, atau membaca bersama diwaktu luang, atau melakukan aktivitas ibadah bersama semisal sholat berjamaah dan tadarus disaat sama-sama berada dirumah diwaktu yang bersamaan.
  3. Tetaplah berkomunikasi dengan pasangan via email, pesan pendek, atau telepon diantara waktu kerja kita.
  4. Jadualkan untuk sesekali makan siang atau makan malam berdua dengan pasangan, apalagi jika tempat kerja kita berdekatan dengan tempat kerjanya.
  5. Jika kebetulan ada pekerjaan dirumah yang bisa dilakukan bersama, lakukanlah bersama dengan pasangan, semisal masak bersama, atau saat kita mencuci, pasangan bisa membantu mengeringkan atau menjemurnya bersama kita, dan sebagainya.
  6. Siapkan anak-anak untuk tidur lebih awal, jadi kita bisa memiliki waktu berdua saja dengan suami dan pergilah tidur diwaktu yang bersamaan dengan suami..:).
  7. Tetapkan paling tidak satu hari khusus dalam seminggu sebagai hari keluarga, dimanaseluruh anggota keluarga bisa berinteraksi penuh satu sama lain,baik dirumah atau dimanapun kita dan keluarga beraktivitas hari itu.



Senin, 05 November 2012

Penerapan Disiplin Untuk Anak Usia Sekolah Dasar (5-12 Tahun)

Anak-anak membutuhkan orang tuanya untuk menjelaskan kepada mereka mengenai kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan orang dewasa serta perasaan yang kerap dirasakan oleh orang tua serta mengapa ita memberikan suatu reaksi atas perbuatan yang dilakukan mereka pada suatu waktu tertentu.

Mereka mengerti benar mengenai diri mereka sendiri tetapi masih terus berusaha untuk memisahkan mana hal yang baik dan mana yang kurang/tidak baik untuk dilakukan. Anak-anak akan sering melalui periode dimana mereka akan sangat pendiam dan tenang. Mereka belajar tentang bagaimana mematuhi suatu aturan dan tidak melakukan peanggaran. Mereka belajar melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain. 

Menghadapi anak-anak dalam rentang usia sekolah dasar, berikut beerapa hal yang penting diingat:
  1. Ingatlah bahwa untuk orang tua perlu mengajarkan pada anak apa yang ia harapkan serta tak lupa tawarkan pilihan-pilihan untuk melakukan kebiasaan baik.
  2. Bicaralah pada anak-anak mengenai berbagai topik. Dengarkan pandangan dan pendapat mereka dan diskusikan adanya perbedaan pendapat antara orang tua dan anak, jika ada. Hal ini lebih baik dibandingkan hanya memaksakan keinginan dan pendapat orang tua saja.
  3. Anak-anak pada rentang usia ini dapat mengerti dan menerima sebuah konsekuensi dari perbuatan. Jika anak kita berbagi saran dan pikiran dalam pembuatan suatu aturan dan konsekuensi yang mengikuti saat mereka melanggar aturan itu, mereka akan belajar untuk menerapkan disiplin bagi diri mereka sendiri.
  4. Jika suatu aturan dilanggar, konsekuensi segera dilaksanakan.
  5. Cobalah sesekali membandingkan cara penerapan disiplin yang kita lakukan dengan yang dilakukan oleh orang tua lain yang memiliki anak-anak sebaya dengan anak kita. Jika kita ternyata terlalu ketat menerapkan "gaya" kita, kemungkinan anak-anak kita tidak akan mudah diajak bekerja sama untuk menerapkan disiplin di rumah kita sendiri.
  6. Beri kesempatan terlebih dahulu untuk mengembangkan kebiasaan-kebiasaan baik. Anak-anak akan suka jika kita memberikan semacam bonus jika mereka berusaha melakukan hal baik. Berilah insentif sederhana semisal, "karena kau sudah berhasil menjaga kebersihan kamarmu sepanjang minggu ini, maka kau mendapat bonus waktu bermain edugame di komputer  Jumat malam nanti."
  7. Ajarkan pada anak-anak bagaimana mencari jalan keluar dalam memecahkan masalah. Keterampilan ini akan sangat bermanfaat bagi anak-anak dalam rentang usia ini dan merupakan angkah penting dalam mempelajari disiplin diri. 
diterjemahkan dari: Parenting SA, Easy Parents Guide

Minggu, 04 November 2012

Penerapan Disiplin Untuk Anak Usia Pra Sekolah (3-4 Tahun)

Pada usia 3 (tiga) sampai 4 (empat) tahun anak-anak akan dapat mengerti hampir semua instruksi dan dapat mengerti adanya akibat dari perbuatan mereka. Mereka mulai tertarik berbagi dan bermain dengan teman sebaya.

Anak-anak dalam rentang usia ini mudah sekali dibuat senang, suka diatur dan sesekali dapat juga suka memerintah. Mereka juga suka sekali meniru perilaku dan perkataan dari orang-orang disekitarnya, termasuk kata-kata kasar atau tindakan konyol mereka.

Jika anak kita telah mencapai usia ini, dan ia merasa bahwa kita mencintai dan menerima mereka, mereka akan berusaha menyenangkan hati kita dan bertindak sesuai apa yang kita harapkan. Dilain pihak, apabila ia merasa kita terlalu menuntut dan tidak berada disisinya, ia kemungkinan akan mengalami kesulitan dalam melakukan perbuatan sesuai harapan kita karena belum-beum ia sudah merasa tak mungkin bisa menyenangkan kita, bagaimanaun caranya.

Terkait perkembangan anak-anak dalam rentang usia ini, berikut beberapa hal yang perlu diperhatikan:
  1. Anak-anak perlu belajar bahwa tak ada gunanya mereka terus menuntut untuk diberi apa yang diinginkannya dan bahwa sebagai orang tua kita bisa tegas setelah mengatakan "tidak" yaitu saat kita memutuskan menolak memenuhi permintaan mereka.
  2. Orang tua sebaiknya berpikir masak-masak sebelum mengatakan "tidak", tapi sekali kita mengatakannya, pastikan bahwa kita bersungguh-sungguh. Jika kita terlanjur mengatakan sesuatu yang tidak seharusnya dan kita menyadari bahwa hal tersebut salah, jangan ragu untuk meminta maaf pada mereka.
  3. Tawarkan alternatif semisal, " kau boleh main lempar-lemparan dengan bola, tapi bukan dengan boneka kakakmu," dan sebagainya.
  4. Penerapan konsekuensi sebaiknya singkat dan jelas dan langsung diterapkan sesaat setelah pelanggaran perilaku terjadi agar ia tak kehilangan arti, misanya, "jika kau tidak membereskan bonekamu setelah bermain, Bunda akan menyimpannya sampai besok, dan kau tidak bisa memintanya untuk menemanimu tidur malam ini,".
  5. Semakin mudah dan menyenangkan cara kita menerapkan disiplin, anak-anak akan lebih mudah untuk mengikuti cara kita.
  6. Tunjukan dan hargailah anak jika ia berhasil melakukan sesuatu sesuai harapan dan arahan kita. Beri perhatian lebih saat ia melakukan hal baik, jauh lebih banyak dibanding saat ia berperilaku buruk.
  7. Jelaskan dan tunjukan apa yang kita harapkan mereka lakukan, misanya, "jika kita mengunjungi tante nanti, sapalah beliau dengan mengatakan, 'assalamu'alaikum tante, apa kabar?'". Sebagian anak mungkin tak paham jika kita hanya mengatakan, "nanti yang sopan ya waktu bertemu tante,".
  8. Katakan kata "tidak" atau "jangan" sesedikit mungkin. dalam konteks penerapan disiplin Pikirkan mencari kata yang lebih positif untuk mengalihkan kita dari mengatakan kata "tidak" yang berkonotasi negatif. Caranya dengan mencoba menawaran alternatif-alternatif seperti sudah disebutkan di atas. Misalnya, "kau boleh bermain dengan temanmu, tapi kau harus sholat ashar lebih dahulu," itu lebih baik dibanding kita mengatakan "kau tidak boleh  bermain sebelum sholat ashar!".

diterjemahkan dari : Parenting SA, Easy Parents Guide
 

Sabtu, 03 November 2012

Penerapan DIsiplin Untuk Batita (Usia 1-3 Tahun)

Pada rentang usia ini anak-anak penuh dengan semangat hidup dan keingintahuan yang tinggi. Mereka belajar melalui sentuhan dan mencoba banyak hal baru dan ini berarti akan banyak aktivitas yang menyebabkan kekacauan, meninggalkan bekas kotoran serta peralatan yang berantakan. Merekaselalu ingin mengerjakan sesuatu sesuai keinginan dan caranya dan senang berkata "tidak" karena mereka sedang berusaha menunjukkan kepada kita bahwa mereka adalah pribadi yang berbeda dan terpisah secara individu. Mereka seringkali merasa frustasi karena keinginan mereka jauh lebih banyak dibanding kemampuannya.

Dalam menghadapi si kecil dalam rentang usia ini, kita dapat :
  • Mengajarkan dan menunjukkan pada mereka keterampilan baru dengan sabar dan penuh perhatian.
  • Lakukan secara sederhana, ajarkan hanya "satu pelajaran" saja dalam setiap kesempatan.
  • Ajaklah mereka berhenti sesaat dari suatu aktivitas dengan memberi mereka kegiatan lain yang menarik untuk dilakukan. Daripada melarang mereka menonton televisi, misalnya, lebih efektif mengalihkan perhatian mereka dari televisi dengan mengajak mereka bermain air atau puzle.
  • Bicaralah pada mereka dengan cara positif, misalnya bila kita khawatir si kecil menumpahkan air dalam gelasnya, kita dapat mengatakan "ayo, pegang gelassnya dengan dua tangan." Kata-kata tersebut akan lebih baik dibanding mengatakan "awas, jangan tumpahkan air minummu!"
  • Hindari pertengkaran dengan mereka, terutama yang berkaitan dengan masalah kebiasaan makan atau ke kamar mandi. Anak-anak akan memakan apa yang mereka butuhkan bila kita memberinya banyak pilihan makanan sehat (kecuali tentu saja saat mereka sedang sakit). Jangan menghabiskan energi dengan memaksa mereka makan, jika kita melihat mereka sudah tampak malas-malasan, lebih baik meminta mereka berhenti makan dan mencoba makanannya lagi beberapa saat kemudian.
  • Disaat ada kesempatan menawarkan pilihan biarkan si kecil belajar memilih untuk melatihnya membuat keputusan sederhana bagi dirinya sendiri. Misalnya saat mengambi baju di almari pakaian, tawarkan pada anak untuk memilih sendiri warnanya.
  • Batita kita belum dapat merespon sebuah konsekuensi dengan melakukan perubahan perilakunya. Kita harus terus mengingatkan dengan sabar akan hal tersebut. Misalnya, saat anak bermain dengan tanah, kita segera mengatakan dan menunjukkan konsekuensinya dengan mengatakan, "siapa yang meninggalkan tanah kotor di lantai, harus membantu membersihkannya nanti," , dan saat ia selesai bermain kembali kita ingatkan ia untuk membersihkan sisa kotoran yang ditinggalkannya.
  • Batita belum mengerti hukuman dan dapat bereaksi dengan ketakutan atau sikap mengelak/mempertahankan diri dibanding belajar mengenai akibat perbuatannya.  Jika mereka melakukan sesuatu yang tidak seharusnya/tidak kita sukai, segera hentikan perbuatannya, bicaraah dengan lembut namun tetap tegas dan hindarkan ia dari situasi tersebut.
  • Tuntun/gendonglah si kecil saat ia menolak mendekat ketika kita memanggilnya, jauhkan ia dari sumber bahaysa bila itu ada didekatnya dan peluklah ia sampai ia merasa tenang.
  • Kapanpun kita dapat, kondisikan ia untuk melakukan apa yang kita harapkan dan bukan memaksanya melakukan perbuatan itu. Misanya, jika kita ingin ia belajar merapikan mainannya, kita bisa mengatakan " Bunda mau lihat apakah kau bisa merapikan mainanmu sebelum tidur." Hal itu lebih baik dibanding mengatakan, "ayo, segera rapikan mainanmu!"
  • Saat si kecil sudah makin merasa mampu, dapat mengendalikan dirinya dan dapat mengatur dirinay sendiri, akan semakin tenanglah ia dan akan semakin mudah kita mengatur dirinya.

diterjemahkan dari SA Parenting, Easy Parents Guide

Penerapan Disiplin Untuk Bayi (Usia 0-1 Tahun)

Dengan cara apapun, menerapkan disiplin pada bayi-bayi kita hampir bisa dibilang hanya membuang-buang waktu saja. Mereka belum dapat berpikir sendiri, belum dapat memahami alasan dibalik penerapan suatu disiplin atau mengingat hal-hal penting yang kita ingin mereka lakukan. 

Daripada kita ngotot menerapkan beragam metode disiplin pada para bayi lebih baik lakukan dua hal sederhana ini :
  • Cegah kerusakan dengan cara mengambil benda/alat tertentu dari dekat bayi; atau
  • Cegah terjadinya hal yang membahayakan bayi dengan menjauhkan bayi kita dari sumber bahaya. 
Kelembutan, sentuhan penuh kasih sayang dan kata-kata sama pentingnya dengan memberi bayi makanan dan pakaian. Mereka perlu belajar bahwa dunia disekeliling mereka cukup bersahabat dan aman serta mereka dapat mempercayai kita, orang tuanya.

Penting untuk selalu diingat bahwa apapun yang bayi kita lakukan, mereka melakukannya bukan dengan maksud mengusik kita..:)

diterjemahkan dari : SA Parenting, Easy Parents Guide

Baca juga :
Penerapan Disiplin Untuk Batita (1-3 Tahun)
Penerapan Disiplin Untuk Anak Pra Sekolah (3-4 Tahun)
Penerapan Disiplin Untuk Anak Sekolah Dasar (5-12 Tahun)

Jumat, 02 November 2012

Disiplin Untuk Anak Usia 0-12 Tahun : Beberapa Hal Positif Yang Bisa Dilakukan Orang Tua

Berikut adalah beberapa hal positif yang bisa dilakukan orang tua dalam rangka penerapan disiplin :
  • Pastikan bahwa hubungan antara orang tua dan anak bersifat positif dan jika tidak usahakanlah agar terjadi hubungan yang demikian.
  • Ajarkan pada anak apa yang kita harapkan dari mereka (katakan dengan jelas) dan tunjukkan pada anak-anak, terutama mereka yang masih berusia dini. Teruslah melakukan penguatan kebiasaan baik ini jika kita melihat anak-anak dapat diajak bekerjasama melakukannya.
  • Berhentilah sesaat dan tawarkan alternatif untuk melakukan suatu perbuatan jika kita menemukan anak-anak melakukan sesuatu yang tidak kita sukai. Menawarkan hal lain seperti ini jauh lebih baik dibanding hanya melarang mereka dengan kata "jangan".
  • Beri anak-anak pilihan untuk melakukan sesuatu yang sebanding dengan apa yang sedang atau ingin dilakukannya. Misanya"kau boleh bermain drum mainan diruangan lain atau bermain kartu bersama ayah disini".
  • Gunakan konsekuensi-konsekuensi tertentu untuk mengajarkan anak memahami pengaruh hasil perbuatannya.
  • Abaikan hal-hal yang kurang penting. Seiring dengan waktu ha-hal demikian akan berhenti dengan sendirinya.
  • Pikirkan terlebih dahulu apa yang ingin kita katakan pada anak. Tempatkan diri kita di posisinya, bagaimana perasaan kita jika ada orang dewasa lain yang mengatakan hal serupa pada kita. 
Menekankan pada kebiasaan anak yang tidak kita sukai seringkali malah mendorong mereka untuk kembali mengulangi perbuatan itu. Sebaliknya berilah perhatian pada perbuatan-perbuatan baik mereka dan jangan lupa berilah komentar yang positif tentangnya. Sebagai contoh, manakala kita melihat anak kita lebih sering melakukan hal buruk, coba temukan hal baik yang mereka lakukan meskipun sangat sederhana, meskipun cuma sebatas kebiasaan mereka untuk menyikat gigi sebelum tidur tanpa disuruh atau memakan habis makan siang mereka. Itu akan membuat anak lebih percaya diri bahwa mereka bisa melakukan hal baik dan merasa kita menghargai setiap usahanya untuk melakukan kebaikan.

diterjemahkan dari : SA Parenting, Easy Parent Guide

Kamis, 01 November 2012

Disiplin Untuk Anak Usia 0-12 Tahun : Hukuman Fisik

Banyak istiah yang digunakan untuk menggambarkan hukuman fisik. Diantaranya termasuk menampar, memukul pantat anak, memukul anak dengan sabuk, mengguncang-guncangkan tubuh anak dengan keras, meremas tangan atau pundak anak dengan keras, memukul badan anak , mendorong anak dengan keras, mencambuk dan sebagainya baik dengan tangan kosong atau dengan alat tertentu. 

Mengapa Orang Tua Memukul Anak-Anak?
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa 65-75% orang tua berpikir bahwa memukul anak-anaknya adalah hal yang lumrah. Kebanyakan bermaksud tidak untuk menyakiti mereka terutama saat orang tua sedang dalam keadaan tenang dan terkendali. Bagaimanapun bentuk hukuman fisik seperti ini sangat tergantung pada beberapa faktor. Sebagian orang tua :
  1. tidak pernah benar-benar berpikir mengenai tujuan mereka menyakiti orang lain
  2. memiliki kepercayaan bahwa hukuman fisik merupakan metode terbaik sebab mereka pernah mengalaminya sendiri dan percaya hal tersebut tidak menimbulkan kerusakan
  3. mempertimbangkan metode hukuman fisik sebagai sarana pembentukan karakter atau untuk mengajari anak bagaimana cara menaruh hormat pada orang tua
  4. mengulangi apa yang orang tua mereka dulu laukan pada mereka tanpa banyak pertanyaan
  5. sedang dalam keadaan marah atau frustasi, kehilangan kendali diri,  dan atau dalam kemarahan sesaat
  6. tidak tahu apa yang harus dilakukannya.
Beberapa Bahan Pertimbangan Berdasar Hasil Penelitian
  • pukulan orang tua pada anak bagaimanapun bisa berpotensi menyakiti si anak dan memungkinkan diikuti pukulan lainnya yang bisa jadi lebih keras dari pukulan sebelumnya.
  • jika orang tua serta merta memukul anak manakala melihat mereka menunjukkan perilaku yang kurang baik menurut orang tua, reaksi tersebut bisa menghentikan perilaku anak saat itu, namun ia kemungkinan tetap akan mengulangi perbuatan yang sama di lain waktu.
  • Anak-anak belajar untuk tidak melakukan "kenakalan" dihadapan orang tuanya, namun mereka merasa bebas melakukannya di tempat lain.
  • Kemarahan dan rasa sakit hati anak menjadi semakin besar setelah pemukulan oleh orang tuanya dan mereka makin sulit memahami serta mengingat alasan mereka mendapatkan hukuman pukulan tersebut.
  • Jika hukuman dirasa menakutkan bagi anak, anak-anak akan belajar untuk mengelak dari perbuatannya, semisal berbohong, menyalahkan orang lain dan sebagainya hanya untuk menghindari pukulan orang tuanya.
  • Akibat hukuman berupa pukulan dari orang tuanya, sebaian anak akan merasa selalu ketakutan, cemas atau merasa dikucilkan.
  • Anak-anak belajar meniru perbuatan yang dilakukan orang tua terhadap dirinya dan kemungkinan akan melakukan bullying pada anak lain.
  • Member hukuman pukulan bisa mengajarkan pada anak bahwa kekerasan adalah perilaku yang dapat diterima dan hal itu wajar dilakukan saat orang dalam keadaan marah, untuk mengatasi masalah atau untuk memaksa orang lain memenuhi keinginannya.
  • Terkadang pukulan  diberikan oleh orang tua pada anak bukan untuk menghukumnya atas perilakunya tapi semata  untuk melampiaskan kekesalan orang tua yang merasa terpancing oleh perilaku anak-anak.
  • Sebagian orang tua menyimpan rasa frustasi/tertekan yang terbawa dari masa kecil mereka, dan sering menyalurkan perasaannya pada anak-anaknya tanpa mereka sadari.
 Kebanyakan orang akan setuju menyelesaikan masalah dengan anak melalui tekanan fisik pada anak adalah tidak benar. Perbuatan tersebut dapat melanggar hukum terkait kekerasan pada anak. Hal terpenting yang selalu harus kita sadari sebagai orang tua adalah memilih cara menerapkan disiplin yang lebih efektif selain pemberian hukuman fisik pada anak.


sumber : diterjemahkan dari Parenting Sa, Parent Easy Guide