Rabu, 31 Oktober 2012

Disiplin Untuk Anak Usia 0-12 Tahun: Time Out Vs Time In

Sebagian orang tua menggunakan cara"Time Out" , yaitu menjauh sementara dari situasi yang tengah terjadi untuk memikirkan jalan keluar terbaik dari masalah yang timbul. Menjauh bisa berarti tetap berada di tempat kejadian (diruangan yang sama) atau  bisa juga ke ruangan lain. Yang menjauh dari situasi ini bisa si orang tua bisa pula si anak yang sedang bermasalah. Lamanya waktu memisahkan diri, rentang usia anak yang sedang berada dalam situasi bermasalah dan apa yang dilakukannya sangatah penting.
Saat menghadapi situasi yang "memanas" akibat perilaku anak yang buruk, orang tua memiliki beberapa pilihan cara untuk menyelesaikan masalah yang timbul. Berikut adalah contoh cara yang dapat ditempuh :

Time Out

Time Out tidak akan efektif diterapkan bila yang bermasalah adalah anak yang usianya dibawah usia 3 (tiga) tahun. Sementara untuk anak yang lebih tua usianya, cara ini bisa ditempuh, dengan menerapkan waktu time out 1 (satu) menit dan tambahannya adalah 1 (satu) menit pula untuk setiap tambahan umur si anak. Misalnya bagi si kecil yang berusia 5 tahun bisa kita beri Time Out  selama 1 menit, untuk yang berusia 7 tahun , 3 menit, dan seterusnya.

Time Out bisa memberi kesempatan bagi anak untuk memikirkan tindakannya, kesalahannya dan bagaimana cara mereka memperbaiki kesalahan itu. Sebagian anak akan menganggap ini sebagai hukuman dan bagi sebagian yang lain, saat-saat ini menjadi waktu yang mereka takuti dan mungkin tidak akan berhasil sesuai tujuan orang tua.

Terkadang lebih membantu bila kita mengeluarkan anak dari situasi yang sulit dan membiarkannya berada didekat kita untuk sementara waktu. Penting bagi orang tua untuk berada didekat anak saat emosinya sedang memuncak.

Ada saatnya, terutama ketika usia anak masih sangat dini, orang tua sering tak dapat mengendalikan emosi menghadapi perilaku mereka. Dalam kondisi ini, akan lebih baik bagi orang tua untuk menerapkan time out bagi diri mereka sendiri untuk menghindari tindakan yang mungkin dilakukan yang berpotensi membahayakan anak.

Time In
Time in bisa berarti mengeluarkan anak dari situasi yang tidak mampu dihadapinya. Selama masa time in, anak akan berada dan menghabiskan waktunya bersama orang tua.

Dengan menjaga anak bersama kita, kita dapat membantunya menenangkan diri, atau paling tidak dapat memeluknya sampai ia bisa merasa tenang kembali. Cara ini mengajarkan konsep waktu dan dengan cara ini pula kita menunjukkan pada anak bahwa kita tak akan membiarkan ia melukai dirinya sendiri atau orang lain dan yang lebih penting bahwa apapun yang dilakukannya tidak mempengaruhi emosi kita sebagai orang tua. Melalui cara ini kita mengajarkan pada anak untuk mengendalikan perasaan dan menghadapi situasi yang sulit.

Dibandingkan Time Out, metode Time In bisa leih efektif dalam mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh perilaku anak yang buruk.

diterjemahkan dari : SA Parenting, Parent Easy Guide

Selasa, 30 Oktober 2012

Disiplin Untuk Anak Usia 0-12 Tahun: Bagaimana Orang Tua Dapat Menerapkan Disiplin?

Adalah hal yang penting untuk memberikan respon disaat anak-anak berperilaku kurang pantas dan sebaliknya saat anak-anak melakukan hal-hal yang baik atau menunjukkan perilaku/kebiasaan yang baik.

Metode utuk menerapkan disiplin perlu disesuaikan dengan usia anak, kemampuan dan kebutuhan mereka. Hal ini berarti, sebagai orang tua kita diharapkan dapat menerapkannya dengan cara yang berbeda-beda utuk masing-masing anak di dalam keluarga dan akan perlu melakukan perubahan cara seiring dengan pertabahan usia mereka.

Disiplin pada umumnya memerlukan pemikiran yang hati-hati dan metode-metode yang mencakup : perencanaan, pengajaran, penjeasan, pemberian contoh, gangguan, pemberian pilihan-pilihan, pembuatan aturan-aturan serta pemberian konsekuensi.

Perencanaan
Hal yang sering terjadi pada kita adalah, kita tak dapat mencegah berhadapan dengan masalah disiplin tanpa sempat merencanakannya terlebih dahulu. Ini berarti menempatkan kepentingan orang tua dan kepentingan anak-anak pada satu posisi tertentu. 
Sebagai contoh jika batita kita dirumah selalu berperilaku buruk (rewel, ngambek, berbuat kenakalan lain)  saat kita ajak berbelanja , kemungkinannya adalah ia merasa bosan (waktu belanja kita terlalu lama), atau dia merasa lelah/lapar. Sementara itu, kepentingan kita adalah menyelesaikan proses berbelanja. Maka dilain waktu kita dapat merencanakan waktu berbelanja kita dengan teliti, misalnya memilih belanja di supermarket di jam-jam yang tidak terlalu sibuk, berbelanja setelah anak bangun tidur dan telah makan hingga dia akan terhindar dari rasa kantuk dan lapar serta melibatkannya untuk membantu hal tertentu saat kita berbelanja.

Perencanaan adalah cara yang tepat untuk menghindari masalah-masalah yang sudah sering terjadi.

Membuat Aturan-Aturan
Memikirkan untuk menyusun suatu aturan dalam rumah tangga paling baik dilakukan sebelum terjadinya masalah. Sebaiknya orang tua memilah-milah perilaku atau kebiasaan mana yang dapat diterima dan mana yang tidak boleh dilakukan dan harus dihindari serta bermacam-macam respon yang akan kita berikan.
Anak yang lebih tua akan lebih dapat menerima aturan dan konsekuensi yang dibuat apabila mereka juga turut dilibatkan dalam proses pembuatan aturan tersebut.
Saat kita mengatakan pada anak-anak apa yang kita inginkan dari mereka, pastikan hal-hal bahwa kita :
  1. hanya mempunyai sedikit aturan, sebab terlalu banyak aturan yang diterapkan dapat membingungkan dan berpotensi menimbulkan lebih banyak pelanggaran.
  2. jelas, sebagai contoh, berkata "Jangan/Tidak" pada batita kita tanpa penjelasan tentang mengapa ia dilarang hanya berdampak sedikit sekali pada mereka dan mereka cenderung akan mengulangi perbuatan serupa dilain waktu. Jika kita memberi terlalu banyak informasi pada mereka pada suatu waktu ia juga tak akan gampang mengingatnya dan jika kita tidak sering mengingatkan, mereka tetap tidak akan mengetahui apa yang harus dilakukan.
  3.  masing-masing anak memahami apa yang kita maksud dari suatu aturan tertentu; misalnya saat kita berkata "ayo yang sopan", bagi batita atau balita kita kata tersebut mungkn tak berarti apa-apa, berbeda dengan anak dengan usia yang lebih tua, mereka mungkin sudah paham apa yang kita harap mereka lakukan.
  4. memilih waktu yang tepat; misalnya saat kita mengajari anak laki-laki kita suatu hal disaat ia sedang menonton acara televisi favoritnya, hal itu tidak akan efektif.
  5. mengetahui apa yang bisa dilakukan anak-anak;  misalnya jika memang tugas yang kita berikan pada anak memang terlalu berat bagi mereka, kemungkinan besar mereka akan gagal melaksanakannya dan kita akan merasa kecewa karenanya. Be realistic!!.
  6. bersiap-siap menghadapi perbedaan pendapat saat kita memberikan pilihan, misalnya saat kita bertanya "apa kamu mau ikut bunda ke pasar?" , hal ini mungkin akan direspon anak dengan jawaban "tidak mau". Jangan memberikan pilihan jika memang kita tak mengharapkan mereka untuk memilih.
  7. tidak memberikan pesan yang tak jelas pada anak. Misalnya cara kita memandang anak dapat menyampaikan pesan yang berbeda dengan apa yang kita katakan padanya. Tertawa saat melihat anak kita melakukan kesalahan (meskipun terlihat lucu) sambil berkata "jangan" akan meninggalkan kebingungan padanya mengenai pesan kita apakah boleh atau tidak ia melakukan perbuatan tertentu.
  8. bersiap mendukung perkataan kita dengan perbuatan. Jika kita tidak melakukan apa yang kita katakan saat ia melakukan perbuatan yang melanggar aturan di suatu waktu tertentu, ia akan cenderung mengulangi perbuatannya terseut dilain waktu.

Memberikan Konsekuensi-Konsekuensi
  • Belajar tentang sebuah konsekuensi  (apa yang akan terjadi jika kita melakukan sebuah perbuatan tertentu) merupakan bagian yang penting dari sebuah disiplin dan akan membantu mengajarkan anak-anak tentang arti tanggung jawab.
  • Saat kita menetapkan suatu aturan, semua yang terlibat harus memahami dengan jelas konsekuensinya. Sebaiknya pembahasan mengenai konsekuensi ini dilakukan dalam keadaan tenang dan terkendali.
  • Konsekuensi haruslah singkat dan segera terjadi sesaat setelah perilaku yang tak sesuai aturan terjadi. Jika tidak demikian, konsekuensi tersebut tidak akan berarti apa-apa;
  • Konsekuensi haruslah sesuatu yang wajar, misanya saat anak meninggalkan mainannya berantakan seusai bermain, maka konsekuensi yang wajar adalah ia tak akan mudah menemukan apa yang ia inginkan.
  • Akibat kesalahan anak tidak kita tanggung sepenuhnya. Misalnya, saat sepeda anak rusak akibat terserempet motor karena ia dengan sembarangan menaruhnya dipinggir jalan, maka untuk memperbaiki kerusakannya ia harus ikut bertanggung jawab dengan menanggung biayanya (sesuai kemampuannya, misalnya dengan mengambil uang tabungannya atau menyicilnya dengan sebagian uang jajan hariannya).
  • Konsekuensi sebisa mungkin harus berhubungan dengan masalah utamanya. Sebagai contoh, saat anak membuat berantakan atau meninggalkan kotoran di lantai maka konsekuansinya ia harus membereskan atau membersihkannya. Tindakan semacam ini mengajarkan anak bahwa wajar jika orang melakukan kesalahan selama ia bertanggung jawab memperbaikinya kembali.
  • Konsekuensi yang ditetapkan haruslah yang aman bagi anak-anak.
  • Berikan kenosekuensi seringan mungkin. Jika kita langsung memberikan konsekuensi yang berat, anak-anak mungkin akan berpikir bahwa hal itu tidak adail dan tidak akan meresponnya. Konsekuesni yang tidak sesuai tidak akan membantu anak mengetahui bagaimana melakukan sesuatu dengan lebih baik.

Disiplin Untuk Anak Usia 0-12 Tahun : Bagaimana Cara Memahami Perasaan Anak-Anak Kita?

Kita dapat mencari tahu bagaimana sebenarnya perasaan anak-anak saat mereka melakukan suatu tindakan yang menurut kita buruk dengan memperhatikan serta berpikir tentang perilaku tersebut dan kemudian membicarakannya dengan mereka. Kita mungkin dapat mengatakan : 
" Kau kelihatan sangat marah. Maukah kau bercerita pada bunda tentang masalahmu?" atau "Bunda pikir kau sedang sakit hati terhadap sesuatu ya?" atau "Coba bilang pada ayah kalau kau ingin dipeluk."

Jika anak kita mengalami kesulitan berbicara tentang perasaannya mungkin akan sangat membantu apabila kita berbicara seolah-olah ada orang lain yang mengalami situasi seperti yang kita diduga dialami anak-anak kita. Kita bisa mengatakan pada mereka, misalnya:
"Sewaktu bunda pertama kali masuk sekolah dulu, bunda merasa takut lho," atau
"Banyak lho anak-anak yang merasa kecewa saat mereka tidak bisa memenangkan lomba," dan sebagainya.

Menghadapi anak-anak dengan usia yang lebih muda atau mereka yang belum dapat lancar berbicara, kita mengemban tugas yang lebih sulit lagi. Kita harus dapat mencari tahu tetang perasaan mereka dengan memperhatikan ekspresi wajah serta mempelajari perbedaan suara tangisan mereka. Tak lupa sebagai orang tua kita juga harus cukup jeli untuk mengetahui dari mana sajakah si kecil sebelumnya dan apa yang baru saja mereka alami di tempat itu.

diterjemahkan dari : SA Parenting, Parenting Easy Guide

Senin, 29 Oktober 2012

Disiplin Untuk Anak Usia 0-12 Tahun : Mengapa Anak Kita Berperilaku "Buruk" ?

Mari kita berpikir tentang apa yang terjadi dengan dunia anak-anak kita dan cobalah untuk menerima beragam kemungkinan yang menjadi penyebab perilaku tertentu mereka. Beberapa penyebab itu antara lain adalah :
  1. Keseharian orang tua yang terlalu sibuk sehingga anak-anak merasa diabaikan. Perilaku buruk mereka muncul untuk menarik perhatian orang tua sebab bagi mereka bahkan perhatian berupa kemarahan pun jauh lebih baik dibanding tak ada perhatian sama sekali dari orang tua mereka.
  2. Terdapat pemicu yang mengusik hidup anak-anak semisal hadirnya adik baru, masalah di sekolah, kesulitan berteman di tempat baru, ketakutan akan sindiran orang tua atau keluarga yang berantakan.
  3. Anak-anak berusaha berdamai dengan suatu keadaan dan perubahan atau mereka merasa kewalahan menghadapi adanya perubahan itu. 
  4. Anak merasa marah atau frustasi akibat sesuatu yang dilakukan orang tuanya.
  5. Anak merasa diperlakukan tidak adil oleh orang tua dan ingin membalasnya.
  6. Gaya pengasuhan orang tua yang terlalu ketat atau sebaliknya terlalu longgar.
  7. Anak-anak memerlukan lebih banyak ruang untuk mulai berlaku mandiri, lebih daripada kesempatan yang telah diberian orang tuanya. 
Catatan berikut semoga bisa menambah wawasan kita juga :
Bagaimana Cara Memahami Perasaan Anak Kita?

diterjemahkan dari : SA Parenting, Parent Easy Guide

Minggu, 28 Oktober 2012

Disiplin Untuk Anak 0-12 Tahun : Penyebab Berkembangnya Kebiasaan Buruk

Kebiasaan-kebiasaan yang buruk/kurang baik yang tumbuh dan berkembang di dalam rumah kita, pada umumnya terjadi akibat dua alasan berikut :
  • karena anak belum mempelajarai bagaimana melakukan hal yang seharusnya ; atau 
  •  karena memang begitulah anak-anak mengekspresikan perasaannya.
Sebagai contoh :
Anak kita yang berusia 3 tahun tiba-tiba mencabut tanaman kesayangan yang kita tana di pekarangan rumah karena ia baru saja memperhatikan kita yang sedang berkebun dan ingin menirunya. Dalam hal ini, apa yang ia lakukan semata didorong oleh rasa keingintahuan dan bukan karena ia memang ingin berbuat buruk. Masalahnya ia belum belajar cara mengekspresikan keingintahuannya itu dan ia perlu diajari cara sederhana bagaimana ia dapat membantu kita berkebun.

Pada kesempatan lainnya, ia mungkin mencabut tanaman kesayangan kita karena ia merasa marah atau kesal akibat melihat orang tuanya yang terlalu sibuk dengan pekerjaan dan tidak menaruh perhatian penuh padanya. Dalam kasus ini, si kecil memang terlalu dini untuk dapat menyampaikan harapan-harapan dan keinginannya pada kita dengan kata-kata sehingga ia menumpahkan perasaannya lewat perbuatan yang ditujukan memang untuk menarik perhatian orang tuanya.

Anak-anak dapat mengalami perubahan perasaan dalam rentang waktu yang singkat dan mereka dapat mengalami kesulitan memahami bagaimana perasaan mereka sebenarnya. Semakin muda usia anak, semakin sulit bagi mereka memahami arti perasaannya.

Banyak anak-anak yang tidak dapat berkata-kata untuk mengekspresikan perasaan mereka saat mereka sedang mengalami emosi yang kuat (frustasi atau arah) dan mereka merasa orang tuanya tak dapat menerima jika mereka sedang merasa takut. Perasaan anak-anak ini mempengaruhi jenis tindakan yang mereka lakukan kemudian.

Jika sebagai orang tua menaruh harapan yang wajar atas diri anak-anak kita dan mengajarkan kepada mereka dengan baik dan jelas apa yang kita inginkan, anak-anak akan lebih mudah diajak bekerja sama. Jika kita memang serius ingin mengetahui perasaan apa yang sebenarnya melatarbelakangi perilaku anak-anak kita akan dapat menemukan hal - hal yang menyebabkan timbulnya kebiasaan yang kurang baik yang mereka lakukan.

Cara orang tua berbicara dengan anak-anak dapat membuat perbedaan yang berarti terhadap anak, yaitu membuat mereka melakukan perubahan perilaku yang berbeda antara sebelum dan setelah kita memberitahu mereka.

Anak-anak akan belajar banyak hal dengan melihat apa yang kita lakukan dan bagaimana kita menjalani hidup dibandingkan dari apa yang kita katakan pada mereka.

Baca juga :
Mengapa Anak Kita Berperilaku Buruk?

diterjemahkan dari : Parenting SA, Parent Easy Guide  



Disiplin Untuk Anak Usia 0-12 Tahun : Definisi Disiplin

Anak-anak membutuhkan disiplin, batasan-batasan serta panduan. Mereka perlu merasa aman dan tenang saat mereka belajar dengan orang lain dan belajar hidup di tengah-tengah masyarakat. Disiplin terbaik akan mengarahkan anak untuk mempelajari disiplin secara mandiri.

Kita sering bingung saat membedakan antara istilah "disiplin" dan "hukuman fisik", meskipun pada dasarnya keduanya benar-benar berbeda. Disiplin berarti mengajarkan sesuatu pada anak dan untuk mengajari mereka suatu hal yang baik tidak perlu menerapkan hukuman fisik. Sayangnya banyak orang dewasa yang tidak selalu memahami apa yang seharusnya dilakukan dan cenderung memperlakukan anak-anak sebagaimana mereka pernah diperlakukan di masa kanak-kanaknya.

Tujuan disiplin adalah untuk memberikan arahan kepada anak-anak untuk memilih apa yang baik melalui serangkaian pengajaran dan pembelajaran dibandingkan menerapkan tindakan pemaksaan. Yang penting bagi paa orang tua adalah, bagaimanakah sebaiknya disiplin itu diterapkan? 

Rangkaian tulisan berikut akan membahas hal-hal seputar disiplin dan penerapannya bagi anak dalam rentang usia 0 - 12 tahun. Pada bagian pertama ini, kita akan membahasa mengenai definisi disiplin.

DEFINISI DISIPLIN
Disiplin meliputi serangkaian tindakan pengajaran dan pembelajaran dan dapat dilakukan dalam beragam cara yang berbeda-beda. Disiplin adalah bagaimana kita mengajari anak-anak kita apa yang seharusnya dilakukan dan memberikan batasan-batasan yang jelas mengenai hal-hal yang tak boleh dilakukan dengan cara yang dapat dipahami oleh mereka.

Sebagai orang tua kita mulai dapat menerapkan disiplin pada anak-anak disaat mereka telah dapat memahami apa yang ingn kita ajarkan pada mereka, sehingga mereka juga dapat mulai belajar mendisiplinkan dirinya sendiri. Kita juga harus dapat sedikit demi sedikit mengurangi batasan-batasan yang kita buat saat anak-anak kita terlihat telah mampu bertanggung jawab untuk membuat keputusan atas dirinya sendiri.

Disiplin yang dibangun oleh orang tua dengan maksud menumbuhkan perilaku baik pada diri sendiri dan juga anak-anaknya akan menghasilkan dua hal yaitu anak-anak yang nantinya akan menjadi pribadi yang baik dan terbiasa melakukan hal-hal baik serta orang tua yang bebas stres.

Oleh karena itu disiplin seharusnya bersifat positif dan dimaksudkan untuk mendorong kebiasaan-kebiasaan baik yang juga berarti dimulai dengan menghentikan segenap kebiasaan buruk orang tua sebagaimana yang mereka harapkan dilakukan oleh anak-anak mereka.


Baca juga catatan kecil berikut:
Penyebab Berkembangnya Kebiasaan Buruk Pada Anak-Anak


diterjemahkan dari : Parenting SA, Parent Easy Guide

Jumat, 26 Oktober 2012

Makanan Super Buat Si Kecil

Menyajikan makanan sehat bagi anak-anak wajib hukumnya bagi para bunda. Ketelitian memilih sumber makanan yang kaya kandungan nutrisi yang dibutuhkan bagi pertumbbuhan dan perkembangan tubuh dan otak sangat dibutuhkan. Makanan sehat apa saja sih yang bisa masuk dalam menu sehari-hari bagi anak-anak ? Yuk kita cek daftar berikut ini:

Telur
Telur mengandung protein dan salah satu dari sedikit makanan yang mengandung vitamin D yang dapat membantu penyerapan kalsium. Makan makanan berprotein saat sarapan akan membantu anak-anak ntuk terhindar dari rasa lapar diantara dua waktu makan.

Oatmeal 
Kandungan serat dalam oatmeal membuatnya lambat dicerna dalam tubuh sehingga menyediakan cadangan tenaga yang lebih lama bagi anak-anak. Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang memakan makanan berserat semisal oatmeal, roti gandum dan cereal dari gandum akan lebih dapat berkonsentrasi di sekolah.

Buah-Buahan
Buah sangat baik bagi tubuh karena merupakan sumber serat, vitamin dan mineral. Untuk mencukupi kebutuhan nutrisi harian, cobalah untuk makan beragam buah setiap harinya seperti kelompok beri , jeruk, melon dan kiwi.

Kacang-Kacangan
Kacang-kacangan merupakan sumber lemak baik bagi tubuh yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan si kecil juga untuk menjaga kesehatan jantung. Sedikit lemak baik di pagi hari akan membuat tubuh memiliki cukup energi untuk beraktivitas.

Susu dan produk olahannya
Kandungan protein dan kalsium susu dibutuhkan oleh anak-anak  untuk perkembangan badan untuk dan otak. Selain itu kalsium dalam produk berbasis susu penting untuk menjaga kekuatan tulang dan gigi.

Tahu 
Makanan yang terbuat dari kedelai merupakan salah satu sumber protein dan rendah lemak. Makanan jenis ini memiliki potensi mencegah kanker. Tahu baik dimasukkan sebagai menu harian remaja putri  karena memliki efek melindungi sel tubuh saat perkembangan badan dan payudara mereka.

Tomat
Tomat mengandung lycopen, kandungan nutrisi yang melindungi tubuh dari sel kanker. Tomat yang dimasak lebih baik dibanding tomat mentah karena dengan memanaskan tomat mengeluarkan kandungan lycopene. Padukan tomat dengan sumber lemak baik seperti minyak zaitun, akan membantu metabolisme tuuh lebih baik.Sajikan tomat dalam bentuk saus pasta dalam spagheti, pizza atau cocolan untuk makanan lainnya.

Yoghurt rendah lemak
Yoghurt rendah lemak baik untuk tubuh karena mengandung bakteri sehat untu meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan memperlancar pencernaan. Pilih yoghurt dengan kandungan gula yang rendah namun tinggi protein.

Kol
Kol memiliki rasa yang netral dan renyah yang akan disukai anak-anak saat dicampurkan daam sajian salad mereka. Jenis sayuran semisal kol dan brokoli mengandung phytonutrients yang merupakan anti kanker dan membantu memperbaiki sistem pencernaan. Kandungan ini juga membantu mengurangi pengaruh keruasakan yang diakibatkan racun dengan memicu pelepasan enzim untuk membersihkannya. Cara penyajian sayuran ini bagi anak bisa dicampurkan dalam coleslaw atau sebagai campuran variasi masakan berbasis mi (mi goreng/mi kuah sehat).

Salmon
Salmon mengandung lemak omega -3 yang juga dikenal bermanfaat untuk perkembangan otak, mengurangi kadar depresi dan memiliki kemampuan anti peradangan. Pilihlah ikan salmon segar yang mengandung kadar merkuri rendah dan tinggi omega-3. Cara terbaik agar anak-anak memakannya adalah dengan menyajikannya bersama-sama dengan jenis makanan lain dengan bumbu yang telah dikenal dan disukainya. Misalnya dengan menyajikan salmon fillet dengan saus teriyaki atau sebagai fish cake, isian burger atau sebagai campuran salad.

Tepung Coklat
Tepung coklat merupakan salah satu sumber flavanoid, kandungan yang diketahui dapat memperbaiki tekanan darah dan baik untuk kesehatan jantung dan mulut. Kandungan nutrisi ini juga dapat melindungi kulit dari kerusakan akibat sinar matahari. Gunakan selalu tepung coklat denga kandungan coklat murni sekurangnya 70% dan telitilah terlebih dahuu apakah pengolahannya melibatkan alkali (dikenal dengan istilah "Dutch Processed) yang telah mengurangi kadar flavanoid didalamnya. Cara penyajiannya bisa dengan menjadikannya campuran dalam adonan pancake waffle atau French Toast.

Kayu Manis 
Penelitian menunjukkan bahwa rempah-rempah dapat membantu mengatur gula darah yang juga berarti dapat meminimalkan kekurangan energi sepanjang siang hari. Cara memasukan rempah-rempah semsacam kayu anis ini ke dalam menu harian anak-anak adalah menjadikannya bahan campuran dalam adonan pancakes, muffin, oatmeal, sereal atau taburan dalam yoghurt.



sumber : http://www.parenting.com/


Rabu, 24 Oktober 2012

Buat Play Dough Sendiri Yuk ;)

gambar diunduh dari : http://www.naturalparentingtips.com/

Bermain bareng si kecil di rumah dengan menggunakan lilin/malam/play dough  itu asyik lho. Bukan saja si kecil bisa bebas berkreasi membuat bermacam bentuk sesuai imajinasinya, tapi lebih dari itu, bermain-main dengan play dough juga bermanfaat memperkuat otot-otot jarinya. Otot jari yang kuat akan sangat membantunya kelak pada waktu mulai belajar memegang pensil dan kemudian belajar menulis. 

Sekarang ini tentu kita bisa membali play dough  dibanyak tempat yang menjual mainan anak-anak, namun, tak ada ruginya juga lho jika kita membuatnya sendiri di rumah.

Cara membuatnya mudah, dan kita jadi jauh lebih tenang karena tahu persis bahan-bahan yang digunakan untuk membuatnya cukup aman bagi anak-anak. Berikut cara membuatnya:

Bahan:
2 cangkir air
1 cangkir garam
2 sendok makan krim tartar (bisa di beli di toko bahan kue)
2 sendok makan minyak sayur
pewarna makanan secukupnya
2 cangkir tepung

Cara Membuat :
  • Panaskan semua bahan kecuali tepung diatas wajan hingga hangat. 
  • Angkat wajan dari api dan campurlah dengan tepung.
  • Setelah tercampur rata, tuangkan adonan ke atas kertas roti. Biarkan dingin selama beberapa menit dan kemudian remas-remas/uleni hingga warnanya merata dan tekstur adonan menjadi lembut.
  • Simpan adonan dalam tempat yang kedap udara. Adonan tersebut siap digunakan untuk beraktivitas bareng si kecil dan akan tahan disimpan selama kurang lebih 6 (enam) bulan. 
Selamat mencoba..:).

resep dari : the write start, p.25



Sabtu, 20 Oktober 2012

Seputar Menulis : Yuk Ajari SI Kecil Memegang Pensil ^^

Si kecil di rumah mungkin sudah mulai tertarik bermain-main dengan pensil ya Bunda?. Dulu, sulung saya baru mulai tertarik memegang dan menggunakan alat tulis kira-kira diusianya yang kedua. Sebelum itu kelihatannya ia belum tertarik sama sekali..:p. 

Sekali ia bisa memegang pensil dengan jari-jarinya, senangnya bukan main. Meskipun saat itu cara memegangnya masih digenggam penuh dengan kelima jarinya, hingga yang mampu ia lakukan hanyalah mencorat coret dinding ruang tamu dari sisi ke sisi :D.

Saat tiba waktunya ia belajar menggunakan pensil di atas kertas, barulah ia menemukan kesulitan. Maklumlah ia belum bisa memegang pensil dengan benar dan belum bisa menyeimbangkan penggunaan tangan kanan yang memegang pensil dan tangan kirinya yang sehausnya bisa digunakan untuk membantu menjaga kertas agar tetapdi tempatnya, tidak "lari" kemana-mana.

Hmmm, ternyata, memegang pensil itu tidak gampang juga ya, dan ada tekhnik tertentu yang memang harus dikuasai si kecil sebelum ia belajar menulis di atas kertas. Dari seorang teman yang bekerja sebagai terapis fisik serta dari buku yang saya baca tentang panduan mendampingi anak dalam belajar menulis karya Jennifer Hallissy, saya jadi tahu bagaimana cara memegang pensil dengan benar. Bagaimana caranya?
 gambar diunduh dari : http://charlotteoccupationaltherapy.com/
  • Jepit batang pensil sedikit diatas bagian yang kita raut dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk. Jarak diantara kedua jari tersebut haruslah membentuk lingkaran. Perhatikan bagaimana si kecil memegang pensilnya. Apakah dengan tekanan yang ringan ataukah masih memegangnya dengan tegang hingga jari-jarinya memutih?
  • Lipat jari ketiga (jari tengah) sedemikian sehingga pensil yang dipegang oleh kedua jari sebelumnya dapat bersandar pada jari yang terlipat.
  • Remaslah jari keempat dan kelima (jari manis dan kelingking) ke arah telapak tangan dan biarkan sisi bagian bawah tangan yang memegang pensil terletak diatas permukaan kertas/ media menulis.
Latihan terbaik untuk mempersiapkan si kecil memegang pensil dengan benar antara lain dengan mengajarinya memegang krayon yang sudah pendek (tidak utuh lagi) atau kapur pendek untuk kegiatannya saat mencorat coret atau mewarnai. Dengan menggunakan potongan krayon/kapur yang pendek bisa melatih kekuatan ketiga jari yang kelak digunakan untuk memegang pensil. Hanya saja, mengingat usia si kecil, kita perlu berhati-hati untuk mengawasi si kecil saat bermain-main dengan krayon/kapur pendeknya, agar tidak sampai termakan atau tertelan.
 
Aktivitas lain yang berguna untuk melatih kekuatan jari-jari saat memegang pensil antara lain adalah bermain menyemprotkan air dengan botol penyemprot, bermain lilin (play dough) dan latihan menggunting.
 

Sabtu, 13 Oktober 2012

Seputar Menulis : Kapan Si Kecil Siap Belajar Menulis?

Kita bisa mengamati perkembangan si kecil dari hari kehari sebelum mulai mengajaknya berlatih menulis. Apa saja tanda-tanda yang bisa kita jadikan patokan untuk mulai melatihnya menulis dengan benar? Berikut beberapa dari tanda-tanda itu :
  • Anak sudah mulai terlihat konsisten menggunakan salah satu tangan (entah itu kiri atau kanan) pada saat ia makan.
  •  Anak sudah menggunakan tangan yang paling dominan (entah itu kiri atau kanan) saat ia mewarnai gambar.
  • Anak dapat menggunakan tangan lain yang tak dominan untuk menjadi penyeimbang saat ia harus melakukan aktivitas dengan menggunakan dua tangan. Misalnya, saat ia menuang air minum ke dalam cangkir, ia bisa menuang dengan tangan kanan dan menggunakan tangan kiri untuk memegang pegangan cangkirnya.
  • Anak sudah bisa memegang pensil,pensil warna atau krayon dengan jari-jari mendekati ujung bawah pensil (bagian untuk menulis/mewarnai), yaitu dengan posisi tiga jari (atau empat jari) menunjuk ke arah kertas saat ia mencorat coret kertas, menggambar atau mewarnai.
  • Anak sudah dapat menggambar garis atau bentuk sederhana, semisal lingkaran.
  • Anak ulai menggambar bentuk orang atau benda tertentu.
  • Anak mulai membuat tanda-tanda yang terihat seperti simbol tertentu.
  • Anak sudah bisa menyelesaikan maze/puzzle sederhana atau menghubungkan titik-titik yang membentuk gambar tertentu
  • Anak mulai memperlihatkan ketertarikannya untuk berusaha mewarnai didalam garis (tidak lagi asal mewarnai)

referensi:
 Hallissy Jennifer, the write start, p. 20
 


Jumat, 12 Oktober 2012

Seputar Menulis : Mendukung Si Kecil Sesuai Tahapan

Setelah mengetahui hal-hal apa yang akan dilakukan oleh sang calon penulis di rumah kita dalam setiap tahapannya, kita sebagai orang tua diharapkan dapat senantiasa mendukung mereka. Dukungan kita sudah tentu disesuaikan dengan tahapan yang tengah dilalui anak-anak.
  
Dukungan bagi Sang Pencorat Coret
Apa yang bisa kita lakukan bersama si kecil dalam tahapan ini? Jawabannya mudah saja, mari kita ikut mencorat coret bersama mereka. 

Si kecil dalam tahapannya ini akan melakukan aktivitas corat coretnya sepenuh hati. Hal penting yang mereka butuhkan adalah kegembiraan dalam melakukan aktivitasnya. Sebagai orang tua kita harus bisa menunjukkan pada mereka betapa menyenangkannya aktivitas ini.

Duduklah bersisian atau berhadapan dengan si kecil. Buatlah karya "coretan" kita sendiri dengan maksud bersenang-senang. Tak perlu memikirkan konsep atau niatan mengajarkan teknik tertentu pada si kecil, karena ia memang belum waktunya mempelajari itu dan malahan akan berpotensi menurunkan minat mereka.

Dengan menularkan kegembiraan kita bisa membuat si kecil betah berlama-lama melatih kemampuan motoriknya dalam menggunakan alat tulis  dan membuat bentuk coretan yang bernilai. 

Dukungan bagi Sang Pengeja
Saat si kecil mulai bisa mengubah bunyi menjadi bentuk tulisan, bentuk atau gambar, maka ia telah memasuki tahap pengeja.

Kini saatnya orang tua bertindak sebagai teman dan konsultan bagi mereka. Jangan pernah bosan mendengar pertanyaan mereka semisal , "bagaimana caranya menulis huruf A," atau "bagaimana sih bunda mengeja kata "takut"?" dan sebagainya. Dalam tahap ini si kecil memang mulai tertarik menuliskan apa-apa yang ada dibenaknya termasuk merangkai huruf-huruf yang dikenalnya menjadi kata-kata sederhana.

Dukungan bagi Sang Pencerita
 Apa yang paling diharapkan oleh si kecil yang mulai suka menuliskan ceritanya? Tentu saja, ia berharap ada yang membaca cerita yang telah ia tulis dengan susah payah. Maka, peran penting yang bisa diambil orang tua adalah menjadi pembaca setia setiap kisah yang ia tulis.

Abaikan dulu setiap kesalahan atau kekurangan yang mungkin kita temukan dalam setiap tulisannya. Abaikan pula kejanggalan cerita yang mungkin ia buat. Fokuslah pada peran kita sebagai suporter sejati, yaitu memberikan semangat padanya agar tetap termotivasi untuk menulis dan menulis lagi.

Kita bisa memberikan komentar pada bagian-bagian cerita yang menarik, misalnya tertawa pada bagian yang lucu, atau memasang mimik sedih pada bagian cerita yang sedih. Dengan demikian anak-anak akan merasa kita memang menyukai tulisannya, dan akan mendorong mereka untuk menulis lebih banyak lagi.

Dukungan bagi Sang Pembelajar
Bagi anak-anak yang berada di tahapan ini, mereka telah layak untuk mempelajari aturan permainan yang sesungguhnya. Maka, jadikan diri kita sebagai orang tua sebagai pelatih bagi mereka.

Bantu anak-anak saat menemukan kata-kata yang sulit, dengan memandunya menggunakan kamus termasuk melatih mereka mengeja kata-kata baku dengan benar, misalnya bagaimana mengaja kata "infrastruktur" atau "rekonstruksi", yang merupakan contoh kata-kata rumit bagi anak-anak.

Dukung mereka dengan menyediakan perlengkapan menulis yang menarik. Jika belum memungkinkan kita menyediakan alat berbasis tekhnologi tinggi semisal laptop, PC atau tablet, cukup sediakan buku tulis yang memadai, pensil atau pulpen warna-warni atau bertinta yang handal untuk menulis banyak catatan, termasuk pernak pernik alat tulis lainnya.

Saat anak terlihat engalami kebosanan, ajaklah mereka untuk berhenti sejenak dari kegiatan tulis menulis. Beri mereka kesempatan memulihkan diri dengan mencoba aktivitas lain. Bukan tidak mungkin, aktivitas lain inilah yang akan mengembalikan atau menimbulkan ide baru yang dapat mereka tulis.

source : dari berbagai sumber




Kamis, 11 Oktober 2012

Seputar Menulis : Tingkatan "Sang Penulis"

Untuk membantu orang tua mengetahui dimanakah level anak-anak kita sebagai "penulis" serta agar kita dapat memilihkan aktivitas yang cocok untuk mereka dalam mengembangkan kemampuan menulisnya, Jennifer Hallissy daam bukunya the write start, membagi kelompok penulis menjadi empat kategori yaitu :

Para Pencorat Coret  (Scribbles)
Kegiatan mencorat coret sesungguhnya merupakan kegiatan dasar yang penting sebagai sarana melatih kesiapan seorang anak untuk menulis. Meskipun terlihat acak-acakan, pada saat si kecil mencorat coret kertas atau media apapun dengan pensil atau alat lain (bisa kuas/potongan buah/sendok/ jari-jari tangannya), ia tengah melatih dirinya memegang dan mengendalikan alat tulisnya.

Mereka merasakan sendiri efek sebab dan akibat antara gerakan tangannya dan bentuk-bentuk yang berhasil mereka buat diatas media corat-coretya. Mereka belajar mengatur kecepatan, kekuatan dan tekanan alat tulisnya saat membentuk "gambar" atau bentuk yang berusaha dibuatnya. Apapun hasilnya, si kecil kita tengah berusaha membuat bentuk-bentuk sesuai imajinasinya, dan itu merupakan dasar yang diperlukan untuk mengembangkan kemampuan menulisnya kelak.

Sang Pengeja (Spellers)
Saat si kecil memasuki tahapan pengeja, ia akan berusaha lebih keras dalam belajar, berlatih dan menguasai formasi huruf-huruf. Tahapan ini merupakan tahapan yang sangat penting.

Setiap kali mereka berusaha "menggambar" huruf-huruf (bukan menuliskannya),mereka akan mengingatnya dan mengulanginya di lain waktu dengan cara yang sama. Mungkin cara yang mereka lakukan tidaklah tepat, namun kita akan selalu bisa memperbaikinya sedikit demi sedikit sepanjang tahapan ini. 

Setelah para pengeja ini belajar menuliskan huruf dengan benar, mereka kemudian akan mulai menggabungkannya untuk membentuk kata-kata tertulisnya yang pertama.

Jangan lupa untuk terus mendukungnya saat berlatih serta berilah penghargaan khusus saat si ekcil berhasil menuliskan kata pertamanya.

Sang Pencerita (Storytellers)
Jika Sang Pengeja akan merasa bangga saat berhasil menuliskan kata pertamanya, maka mereka yang termasuk dalam tahap Pencerita akan sangat bangga saat berhasil menuliskan cerita pertamanya. Mereka sekarang telah menguasai tekhnik menulis dengan benar dan mulai dapat berbicara dengan tulisannya. Para pencerita biasanya akan memulai dengan memikirkan sesuatu seperti, "apa yang akan saya katakan jika..," atau " bagaimana caranya saya mengatakan ini?". Mereka benar-benar mulai berpikir layaknya penulis sejati.

Para Pembelajar (Scholar)
Anak-anak yang telah memasuki tahapan ini adalah mereka yang telah menguasai tekhnik menulis dan juga telah menjadi seorang yang gemar membaca. Ditahap ini anak-anak sudah mulai termotivasi untuk menghasilkan tulisan yang juga layak menjadi bahan bacaan bagi dirinya sendiri.

Pengenalan terhadap penggunaan kalimat yang efektif dan efisien, penggunaan huruf besar, penempatan huruf besar dan kecil, pemakaian kata depan, ejaan yang benar, tata bahasa yang baku serta struktur kalimat dalam kalimat bertingat sudah mulai dapat dilakukan. Orang tua agar terus mendorong mereka melakukan cara menulis yang benar sesuai kaidah yang berlaku.
 


Rabu, 10 Oktober 2012

Seputar Menulis : Pentingnya Kegiatan Menulis Bagi Anak-Anak

Writing is making marks that have meaning. 
( Jennifer Hallissy, the write start , A Guide to Nurturing Writing at Every Stage, from Scribbling to Forming Letters and Writing Stories, p. 3)

Ya, menulis bisa diartikan sebagai kegiatan membuat tanda-tanda yang memiliki arti tertentu. Sejak bayi, anak-anak kita telah memiliki potensi untuk bisa melakukan kegiatan menulis. Tidak percaya?. Catatan berikut merupakan ringkasan mengenai apa yang saya pelajari dari buku menarik tentang panduan mengenalkan dan mengajarkan anak-anak menulis.

Coba perhatikan saat si kecil yang baru saja belajar makan dengan menggunakan mangkuk dan sendoknya sendiri. Sesekali ia akan mencelupkan jari-jari mungilnya ke dalam mangkuk berisi bubur tepung beras yang kita sajikan, dan dengan cairan bubur itu ia mulai mencorat coret meja atau baki tempat mangkuknya ditempatkan.

Sejak terlahir kedunia, anak-anak sudah memiliki banyak potensi untuk menjadi individu yang kreatif. Dengan aksi mencorat coret meja ala bayi , si kecil pada dasarnya tengah belajar mengkomunikasikan apa yang ada dalam pikirannya dengan menggunakan apapun yang bisa meninggalkan jejak. Semua yang dilakukannya layak dihargai sebagai sebuah proses belajar yang bernilai. Bagaimanapun sebagai manusia, anak-anak juga membutuhkan sarana untuk mengekspresikan diri mereka, dan menulis adalah salah satu caranya.

Selain sebagai sarana mengekspresikan diri, menulis juga menjadi sarana untuk menghubungkan anak-anak kedalam beragam bentuk aktivitas lain yang penting bagi mereka selama masa pertumbuhan dan perkembangan dirinya.

Menulis sebagai sarana belajar
Berpikir dan belajar adalah dua hal yang berbeda. Proses berpikir dapat dikatakan sebagai kegiatan yang bersifat pasif, sementara belajar adalah bentuk aktif. Agar sebuah proses belajar dapat terjadi, amatlah penting untuk mengekspresikan secara aktif hasil pemikiran seseorang.
Dalam hal ini, menulis merupakan salah satu cara untuk mengkomunikasikan bahwa seseorang telah memahami sesuatu. Melalui aktivitas menulis, anak-anak mengintegrasikan pengetahuannya dan menjadikannya sesuatu yang dimilikinya secara penuh. Proses pengintegrasian hasil pemikiran dan pengekspresiannya dalam bentuk tulisan inilah yang menjadi salah satu definisi proses belajar.

Menulis sebagai sarana mencapai literasi
Literasi bisa diartikan sebagai kepandaian membaca dan menulis. Mungkin kita sering menemukan bahwa anak-anak akan terlebih dahulu menguasai kemampuan menulis sebelum mereka bisa membaca.

Anak-anak yang bisa menulis dengan baik, akan menjadi pembaca yang baik pula. Mengapa demikian?
Dengan melatih  anak-anak menulis, akan mempermudah mereka mengenali huruf-huruf dan selanjutnya kata-kata pada saat mereka berusaha belajar membaca.

Lebih jauh lagi, menulis memberikan sarana bagi anak-anak untuk belajar membentuk kata-kata dan cerita dari bunyi-bunyian yang telah dikenalnya. Sekali seorang anak bisa menghubungkan bunyi dengan sebuah huruf, mereka akan lebih mudah menuliskan apa yang dipikirkannya dan kemudian membacanya kembali untuk diri mereka sendiri. Dalam hal ini, pengenalan huruf dengan metode phonics sangat membantu. Dalam metode ini, saat anak memikirkan sesuatu dengan bunyi "a", ia akan merujuk pada bentuk huruf "a" yang dilatihnya saat menulis.

Menulis sebagai sarana mencapai kesuksesan akademis
Anak-anak yang memiliki kemampuan menulis dengan efisien, memiliki keunggulan saat harus menulis catatan, melakukan riset, menuangkan hasil penelitian daam bentuk laporan, menuliskan hasil pemikiran dalam bentuk catatan atau makalah dan sebagainya.

Kemampuan menulis dengan efisien ini mengalr dengan sendirinya seiring dengan bertambahnya waktu yang digunakan anak untuk menulis. Semakin lama ia mampu memilih dan menuliskan kata-kata yang tepat dan efisien untuk menuangkan buah pikirannya.

Anak yang dapat menulis dengan efisien akan memiliki cukup waktu "luang" untuk memfokuskan perhatiannya pada materi pelajaran lain dibanding hanya mencurahkan sebagian besar waktunya untuk membuat catatan. 

Menulis sebagai sarana mencapai jenjang pendidikan yang lebih tinggi
Jenjang pendidikan tinggi membutuhkan kemampuan menulis yang prima di seluruh level. Anak-anak yang sejak dii terlatih menulis dengan efisien memiliki potensi memasuki dan mengikuti pendidikan di jenjang pendidikan tinggi dengan lebih mudah.

Menulis sebagai sarana penghubung ke tekhnologi terkini
Anak-anak dewasa ini lebih mungkin bersentuhan dengan benda-benda berteknologi terkini, semisal komputer, tablet, telepon pintar, termasuk memanfaatkan sambungan internet.

Dengan kemampuan menulis, akan memudahkan mereka melalui proses belajar dengan memanfaatkan teknologi ini.

source : dari berbagai sumber



 

 

Minggu, 07 Oktober 2012

Bullying Dalam Dunia Anak Perempuan : 1.Pemicu Bullying Diantara Anak Perempuan

Bunda mungkin kerap mendengar si gadis cilik bercerita tentang teman-temannya disekolah atau ditempat kursusnya. Apakah yang menarik dari cerita yang disampaikannya? Adakah ia bercerita tentang siapa teman yang paling disukainya, atau mungkin tidak disukainya, atau kebalikannya, apakah pernah ia bercerita bahwa ada seorang teman yang sangat tidak menyukainya atau bahkan sekelompok anak perempuan lain yang terang-terang mengucilkannya, tidak membiarkannya bergabung untuk bermain atau berkegiatan bersama.

Dalam obrolan saya dengan gadis kecil saya dirumah, cerita-cerita semacam itu mengalir dari bibirnya. Membuat saya ingin lebih memahami dunianya ini dan menguatkannya dengan "ilmu" yang bisa digunakannya sebagai senjata ampuh menangkal beragam "penyakit pergaulan" yang bisa membuatnya tersisih atau tertekan. Salah satu penyakit yang wajib kita yakini keberadaannya dan mesti kita sadari efeknya dan layak dicegah penyebarannya adalah "bullying", yaitu perlakuan dari satu atau sekelompok orang terhadap seseorang dengan maksud mendiskreditkannya atau membuatnya tampak dan merasa berada dalam kondisi yang lebih buruk dari orang lain. Bullying dapat dalam bentuk perlakuan fisik maupun non fisik (verbal, tulisan, cyber bullying atau bahkan sekedar bahasa tubuh ).


gambar diunduh dari : http://www.eduguide.org/education/

Lalu, apa saja penyebab timbulnya  kasus bullying di tengah pergaulan anak-anak perempuan kita?
Dalam sebuah modul yang ditulis oleh Robert Pereira B.A.Dip.Ed,M.A. Hons,  berjudul What Do Children Say about "  Why We Bully",  saya temukan beberapa fakta menarik dan juga cukup mencengangkan terkait perilaku anak-anak perempuan usia spra remaja dan remaja (antara 8-16 tahun) dalam pergaulannya di sekolah.

Sebagai seorang  trainer dan konsultan pendidikan bagi sekolah-sekolah negeri dan swasta di Australia, Robert Pereira mengumpulkan fakta dibelakang timbulnya perilaku bully diantara anak-anak perempuan dalam rentang usia 8 - 16 tahun. 

Dari hasil survey, wawancara dan observasinya ke sekolah-sekolah (primary dan secondary school) , ia mendapati bahwa pemicu tindakan bully diantara anak perempuan didominasi oleh adanya perasaan iri dan dengki yang timbul akibat kesempurnaan atau kelebihan yang dimiliki oleh teman sebayanya. Sebaliknya kasus bullying bisa juga timbul akibat adanya perasaan superior seorang anak atau sekelompok anak yang memandang anak perempuan lain lebih inferior dibandingkan mereka.

Masalah-masalah yang seringkali dianggap sepele semisal gaya rambut teman yang kelihatan lebih bagus, rambut yang lebih halus, pakaian yang lebih bagus, kulit wajah yang lebih halus, bulu mata yang lentik, suara yang indah, kepandaian di kelas, ketangkasan di ruang olah raga, atau bisa juga keakraban antara orang tua dan anak yang lebih harmonis atau orang tua teman yang lebih perhatian dibandingkan orang tuanya di rumah, serta banyak lagi alasan yang bisa dimasukkan dalam daftar yang bisa memicu seorang anak perempuan iri pada anak perempuan lain yang menjadi temannya.

Dalam kasus lain, seorang anak perempuan bisa menjadi korban bullying hanya karena teman-temannyamenganggap dia lebih lemah secara fisik, secara ekonomi atau semata karena tidak mengikuti tren terkini dalam dunia remaja semisal  tidak memiliki koleksi boneka tertentu, koleksi film tertentu dan sebagainya.

Rasa iri ini kerap memicu perubahan tingkah laku dan berujung pada sebuah konsekuensi, yakni dibencinya atau dikucilkannya seorang anak perempuan dari kelompok teman-temannya di sekolah atau dari lingkungan tertentu.

Lantas baimana sebuah pemicu menyebabkan kasus bullying terjadi?  Ada sebuah paradigma terkenal yang dipopulerkan oleh seorang psikolog kenamaan yang dapat dipergunakan untuk menganalisis masalah ini yang dapat bunda baca disini.



Rabu, 03 Oktober 2012

Chat With My Pre Teen About Bullying : Sebuah Contoh Kasus (Pembuka)

Rasanya sudah lamaaaa betul saya tidak duduk berdua saja dengan sulung saya (sekarang 10 tahun usianya) tentang hal apa saja. Benar-benar berdua saja tanpa gangguan adik-adiknya yang kerap menginterupsi obrolan kami dan bukan sekedar tanya jawab biasa karena durasinya yang pendek-pendek dan sambil lalu.

Saat liburan musi semi seperti sekarang pun ia kerap beraktivitas di luar rumah bersama tean-temannya atau kalaupun di rumah ia tampaknya lebih suka beraktivitas dalam kamarnya untuk menggambar (dia sedang suka menggambar karakter kartun girly yang lucu-lucu) atau membaca buku kesukaannya lewat e-book reader ditabletnya, pokoknya aktivitas individual yang sudah tentu tidak melibatkan saya. 

Di minggu kedua liburan, di suatu hari yang cukup panas, hingga membuatnya enggan bermain keluar rumah dan bosan dengan perangkat elektronik, ia meminta saya mengantarkannya ke perpustakaan di suburb kami. 

"Aku mau ngadem," katanya sambil tersenyum iseng, maklumlah apartemen sederhana kami memang tanpa pendingin ruangan, jadi, kalau udara sudah terlau panas, saya dan anak-anak kerap mencari hawa dingin di tempat lain ..:D.
Di perpustakaan, kedua adiknya langsung menghambur menyerbu kotak-kotak besar berisi buku-buku, keduanya kemudian asyik dengan buku pilihannya masing-masing, termasuk si bungsu, baby Aliy, yang meskipun belum bisa membaca, tapi suka sekali melihat gambar-gambar berwarna.
Sementara sulung saya, tampaknya memang berniat mendinginkan diri, ia hanya duduk manis di bangku-bangku plastik warna-warni di tengah ruangan berpendingin udara (yang saat itu kosong dan hanya ditempati kami berempat) sambil melihat ke halaman luar pada melalui jendela kaca besar , memperhatikan sekelompok anak seusianya bermain frisbee. 
"Gak ikutan gabung kak, itu acara khusus liburan anak-anak lho, workshop gratisan dari perpustakaan," kata saya menyapanya.
Si sulung menggeleng, "lagi gak pengen Bun, lagian tuh ya, anak-anak itu sudah saling kenal sebelumnya, tadi aku lihat mereka datang sama-sama, kelihatannya dari satu sekolah deh, mungkin anak Cowandilla (Cowandilla Primary School-salah satu sekolah dasar publik di sekitar lokasi perpustakaan).
"Memangnya kenapa kalau mereka sudah saling kenal, kamu takut gitu bergabung dengan mereka?," tanya  saya.

Si sulung menggeleng, lalu menjawab, "nggak takut lah, aku kan kesini mau ngadem Bun, bukan panas-panasan main frisbee,..lagian kan programnya buat umum, kalaupun mereka gak mau gabung dengan aku, itu urusan mereka, aku bakal main dengan pelatihnya aja,".

Wah, menarik juga jalan pikirannya, menghadapi kemungkinannya "ditolak" oleh kelompok anak lain yang dalam hal ini memang belum dikenalnya. 

Saya jadi penasaran, apakah disekolahnya ia pernah mengalami penolakan dari kelompok tertentu diantara teman-temannya.
"Eh, kak, kalo di sekolahmu, ada gak anak-anak yang suka berkelompok begitu, lalu mereka gak suka bergabung dengan anak lain, atau gak mau ada anak lain bergabung dengan mereka?" tanya saya santai.
Sulung saya terdiam sesaat, lalu katanya antusias,"adaaaa...boys  tuh terutama, ada temanku yang kayaknya di benci banget sama kelompok boys dikelas, gak tau kenapa salahnya, kayaknya sih karena dia clumsy, diajak main apa aja gak bisa, terus, sukanya ngadu ke guru, jadinya, dia gak pernah diajak main sama siapapun."

Wehh, kasihan juga anak itu, selama ini si kakak tidak pernah bercerita tentang temannya yang satu ini.  Padahal default nya sulung saya itu lebih suka bergabung dengan para boys mengingat kesukaannya bermain fisik.
"Berarti, kamu juga gak main sama dia dong?," tanya saya menyelidik.
"Nggak, aku gak dibolehin sama teman lain kalau ajak dia main," sahutnya.
"Wah, kamu kok ikut-ikutan sih kak, kan kasihan dia jadi dikucilkan begitu, coba kamu yang gak pernah diajak main teman-temanmu, bagaimana rasanya coba?" .
Sulung saya mengangkat bahu, "gak enak lah pasti, tapi kalo aku sih ya udah, aku main sendiri aja," sahutnya.
Kelihatannya dia jadi berpikir tentang temannya yang dikucilkan oleh teman-teman lainnya itu. Sebab setelah itu dia jadi banyak bercerita, bahwa kejadian pengucilan terhadap sang teman berlangsung setiap hari.

Sejauh ini, menurutnya, sang teman ini kelihatan masih bisa bertahan dengan memilih bermain dengan anak-anak dari kelas yang lebih rendah atau memainkan permainan yang tidak mengharuskannya berkelompok, sementara di kelas, ia lebih memilih menghindari teman-teman yang suka mengganggu atau mengucilkannya. Lalu bagaimana dengan guru mereka? Apakah para guru juga memperhatikan kondisi anak yang mengalami bullying seperti ini?.
Sulung saya bercerita, bahwa, ya, guru-guru mereka di sekolah sangat peduli terhadap perilaku bully yang mungin terjadi, tapi saat para guru tak ada di dekat anak-anak, tetap saja kejadian tersebut terulang kembali. Ini berarti, sekalipun sekolah anak saya termasuk yang mengkampanyekan "free bullying area", tetap saja potensi terjadinya tindakan tersebut diantara sesama anak-anak masih ada.

Saat saya tanya apakah si sulung pernah mengalami hal serupa, yaitu penolakan dari sesama teman perempuannya di sekolah. 
"Nggak, so far i'm happy in my class, i've got a best friend,s and they seem like to play with me," sahutnya.

Hmm, kelihatannya sih demikian, sebab meskipun saya belum pernah mempertanyakan secara langsung dengan serius pada si sulung tentang iklim pertemanannya di sekolah, ia belum pernah mengeluarkan unek-unek atau keluhan juga tentang masalah itu.

Alhamdulillah. Utunglah jika demikian.  Namun demikian, obrolan kami siang itu membangkitkan perasaan yang khusus bagi orang tua seperti saya. Bagaimanapun, dikala anak-anak mulai berinteraksi dengan dunia di luar rumah, potensi ia mengalami benturan dalam hubungannya dengan orang lain juga semakin besar. 

Adapun bullying, yang kerap terjadi di lingkungan sekolah, sering kali tidak terdeteksi oleh orang tua maupun guru. Kalau saja, kita sebagai orang tua tidak memahami anak-anak kita dengan baik (dalam hal ini sifat, karakter, kebiasaan mereka) akan lebih sulit mengetahui perubahan yang terjadi pada mereka saat mereka merasa tertekan akibat perilaku bully yang dihadapinya.

Lalu apa yang bisa saya lakukan untuk mencegah terjadinya hal tersebut pada anak-anak saya? Dan, yang terlebih penting mempersiapkan diri mereka dengan amunisi yang cukup untuk dapat bergaul dengan iklim yang sehat di usia mereka yang terus bertambah?

Beberapa catatan singkat saya yang berikutnya akan membahas hal tersebut. Saya merangkumnya dari berbagai sumber terkait penyebab dan penanganan masalah bullying diantara anak-anak, terutama anak-anak yang memasuki usia remaja separti sulung saya. 

..berikut catatan kecil saya tentang bagaimana memahami  pemicu terjadinya kasus bullying dalam dunia anak perempuan.