Rabu, 29 Februari 2012

JANGAN ???

Diamanahi kakak Vianka 9 tahun yang lalu benar-benar kejutan yang luar biasa buat saya. Sungguhan terkejut, karena sebagai ibu muda saya merasa belum cukup punya pengetahuan dan merasa kurang percaya diri untuk mengasuh dan mendidik (calon) anak-anak saya. Ternyata apa-apa yang saya pelajari by the book, by literature, nggak terasa cukup ketika saya benar-benar menjadi orang tua. Untunglah saya dan suami bisa kompak saling mendukung untuk terus belajar sampai kini. Tapi, tentu saja, tidak ada orang tua yang "sempurna". Dalam proses perjalanan saya,  seringkali saya melakukan hal-hal yang kurang tepat dalam menerapkan pola asuh yang kami sepakati pada anak-anak. 


Mengasuh Vianka kecil adalah tugas terberat saya kala itu. Saya sangat ingin dia tumbuh menjadi gadis kecil yang sempurna. Tumbuh sehat dan kuat, senantiasa bersikap manis, mengerti tata krama, mudah belajar dan cepat menguasai apa yang kami ajarkan, itulah apa yang ada di benak saya kala itu. Sebagai ibu baru, rasanya apapun saya lakukan demi mewujudkan harapan saya atas putri saya. Saya berusaha mengajarinya banyak hal sejak dia belum lagi bisa berjalan sendiri. Mulai membaca (dulu saya sering menggunakan flash card, terus terang karena tertarik salah satu methode pengajaran membaca sejak dini), mengenal musik, berhitung, pengajaran etika, dan cara bersosialisasi. Whewww..kadang kalau saya ingat betapa sok "perfectsionist" nya saya waktu itu, saya jadi menyesal dan malu..>.<.

Sebagai ibu yang baru dikaruniai seorang balita, sikap protektif saya juga luar biasa. Saya tidak ingin putri kecil saya terjatuh apalagi terluka saat mencoba kegiatan fisik yang diminatinya, seperti bermain di palang kayu, belajar naik sepeda dan bahkan sekedar menyentuh benda-benda yang saya anggap berbahaya untuknya. Saya kerap melarangnya dengan mengatakan "jangan" , walau dengan mimik wajah yang tetap ramah, tapi tetap saja kata "jangan" menjadi kata yang dimaknai tersendiri sebagai penolakan oleh Vianka kecil.

Hal itu tak pernah saya sadari, sampai saatnya Vianka, saat itu berusia 3,5 tahun, mulai belajar bermain dengan teman-teman sebaya di lingkungan rumah. Seringkali sesama ibu yang menemani anaknya bermain berkomentar bahwa Vianka kelihatan lebih "dewasa" dibanding usianya. Masalahnya adalah pembawaannya yang sangat terkendali bahkan cenderung "jaim" (jaga image), sesuatu yang  tak lazim dilakukan anak-anak yang biasanya melakukan sesuatu secara bebas dan lepas. Belum lagi, Vianka juga seringkali mencegah temannya melakukan sesuatu atau kelihatan seperti menasihatinya, misalnya saat ada temannya yang ingin naik tangga, ia dengan serta merta mengejar dan berteriak
"jangan naik-naik yah",
"jangan lari-lari ya",
"jangan pegang tiang itu nanti kejedot"
"jangan pukul ya"
"jangan.."
"jangan.."
Waduh..saya kok tiba-tiba seperti melihat refleksi diri saya sendiri yang sibuk berkata "jangan" pada putri saya.
Sejak itu saya mulai menyadari kekurangan atau mungkin tepatnya kesalahan yang saya buat. Terlalu sering melarangnya dengan alasan menghindarkannya dari bahaya atau dari perbuatan yang kurang pantas mungkin bisa menghambatnya belajar dan bereksplorasi.

Astaghfirullah, mungkin saya seharusnya lebih membebaskannya supaya ia bisa lebih leluasa menikmati dunianya dan waktunya menjadi anak-anak.

Terkadang kita memang terlalu peduli pada apa yang kita harapkan dan lupa bahwa anak sejatinya adalah satu pribadi tersendiri yang mesti diberi kesempatan berkembang sesuai masanya. Mengasuh,  menjaga, mendidik dan mengarahkannya memang tanggung jawab orang tua. Tetapi memenjarakannya dalam harapan dan keinginan orang tua semata bisa membuatnya berhenti belajar untuk menjadi dirinya sendiri.

Vianka di usianya yang ke-9, tumbuh menjadi gadis kecil yang aktif bergerak. Suka berolahraga, banyak aktivitas fisik yang dicobanya sendiri tanpa rasa takut seperti gerakan-gerakan dalam olahraga senam, berenang, wall climbing, bermain skate board, dan banyak hal lain. Mungkin tak semuanya sempurna, tapi ia terus mencoba dan menikmatinya.

Mengingat sore saat saya melihatnya sibuk melarang teman-temannya dulu, saya beryukur menyadari bahwa sebagai orang tua saya sudah melakukan kesalahan..:) 

Selasa, 28 Februari 2012

Geometri Dasar Dari Roti Tawar


Hmmm...kalo urusan mempelajari rumus (apalagi menghafalkannya) kakak Vianka malas luar biasa..:p. Saya harus pintar-pintar mencari waktu yang tepat buat mengeksplorasi matematika kanak-kanak bersamanya. Sewaktu menyiapkan bekal sekolah tadi pagi menjadi salah satu kesempatan emas itu.
"Apa yang kamu pikirkan kalo liat roti tawar ini", saya menunjuk pada selembar roti tawar yang siap kami oles dengan margarine.
"Hmm..ini kan bujur sangkar yah Bun" sahut Vianka sambil mengamati roti dipiring dihadapannya, "but , Bunda, aku mau makan sepotong aja, setengahnya maksudku, buat di celupin ke susu"
"kayak gini?" sahut saya sambil memotongnya jadi dua secara diagonal
"yesss, skarang gak bujur sangkar lagi deh" tersenyum dia.
"kok bisa?"
"yeah, kan uda dibuat dua segitiga sama Bunda"
hehe..gak kerasa kan belajarnya? ;p..saya jadi tambah iseng dan memancing lagi ingatan konsep luas bidang dua dimensi yang pernah kami diskusikan di lain hari.
"eh, kalo aja luas segi empat ini adalah 16 cm2, dan anggep aja dua segitiga itu bener2 sama besarnya yah.. jadi luas masing2 segitiga itu berapa dong?"
"hmmm...yaaa..setengahnya lah Bun..8 cm2"
"kok bisa?"
"lah kan, satu segitiga persis sama luasnya dengan setengah bujur sangkarnya..dan..hei..i see..i see"..serunya tiba-tiba
"kenapa?"
"itu sebabnya rumus luas segitiga itu 1/2 x alas x tinggi, hehe..iya toh Bun,..i know it, now.." senyumnya seneng banget karena bisa membuktikan konsep rumus segitiga..^^
"kan itu sama aja dengan begini : rumus luas bujur sangkar (sisi x sisi ato alas kali tinggi) trus di bagi dua alias kita kaliin dengan 1/2 ...iya toh..iya toh.." tambahnya ribut

Saya senyum2 aja jadinya..belajar sendiri memang seru kan? dan kata siapa logika anak-anak gak akan pernah sampai kesana?..^^



Kebab Ayam Suwir Keju


Anak-anak terbiasa membawa bekal ke sekolah, menu hari ini adalah kebab. 

Bahan:
Roti pita siap beli
Selada air
Ayam ungkep bumbu kuning (goreng, suwir-suwir)
Keju parut/keju single potong-potong
Kiwi (1 buah, kerok isinya)
Mayonaise secukupnya
Saos tomat dan saus sambal sesuai selera

Cara membuat:
Susun di atas roti pita, selada air, mayonaise, ayam suwir, keju, kiwi, beri mayonaise lagi diatasnya, tambahkan saus tomat dan sambal sesuai selera. Gulung dan bungkus dengan kertas roti.

Silakan dicoba ^^

Pensil Vs Keyboard

Sewaktu Vianka kecil, sekitar usia 2 th susah sekali duduk diam. Sebentar-sebentar dia akan berlari kesana kemari, mengayuh sepeda roda tiganya, memanjat pagar, melompat-lompat di sofa atau kasur atau melakukan aktivitas fisik lainnya yang menguras tenaga. Sebenarnya saya tidak terlalu mempermasalahkannya, yang penting dia merasa gembira setiap harinya. Namun, mendengar masukan dari kakek dan neneknya serta dari teman-teman sesama orang tua balita, saya ingin sekali dia juga terampil mengasah motorik halusnya.

Setelah membaca dan mencari referensi sana sini, mulailah saya menyusun kegiatan yang saya pikir akan membuatnya tertarik, semisal mencorat-coret di atas kertas, meronce, menyusun puzzel, mewarnai dan sejenisnya. Ternyata untuk membuatnya tertarik duduk manis susahnya bukan kepalang. Berbagai cara saya coba untuk memperlihatkan betapa menyenangkannya berkegiatan tanpa harus bergerak aktif, tidak terlalu digubrisnya. Sesekali dia mau saya ajak mewarnai, menghitung bola atau meronce, tetapi itu hanya bertahan untuk 5 menit saja..>.<. Ah, saya merasa kurang sabar juga hingga akhirnya saya biarkan saja menikmati aksi mainnya seperti biasa. Sampai pada suatu kali, saya mendapati Vianka kecil tampak tekun memperhatikan sesuatu di meja kerja saya. Dia tampak tertarik kan sesuatu sampai-sampai bisa duduk diam sampai lebih dari 15 menit, bahkan saat saya mendekatinya, dia tidak menyadarinya. Rupanya, dia sedang mencoba menekan beberapa tombol pada laptop yang biasa saya gunakan untuk bekerja.

Aha, saya pikir, inilah kesempatan saya membuatnya bisa belajar duduk manis. Sejak itu, saya sering mengajaknya membuka komputer, menginstal berbagai program edukasi di PC (personal computer) kami seperti progra belajar mengenal huruf dan angka, permainan-permainan untuk anak usia pra sekolah cerita anak dan lain sebagainya. Vianka kecil kelihatan sangat menikmati wahana belajarnya yang baru. Kegiatan fisiknya lambat laun berkurang, bertukar dengan jadual main komputer. Di usia 2,5 tahun dia sudah hafal semua abjad dan dapat membilang sampai dengan 30, mengenal warna dengan menggunakan program paint dan mengenal banyak kosa kata Indonesia dan Inggris dari edugame nya. Di usia 3 tahun dia lancar membaca dalam bahasa Indonesia dan mulai bisa membaca huruf arab  yang waktu itu saya ajarkan juga lewat komputer. Diusia 4,5 tahun, Vianka sudah bisa menulis dengan program Ms. Word. Saya senang sekali, dan memberi waktu lebih leluasa baginya berinteraksi dengan keyboard dan layar ^^.

Vianka, di usia 7,5 tahun, duduk di kelas dua SD. Beberapa kali saya berdiskusi dengan wali kelasnya membahas kemampuan menulisnya yang jauh di bawah "standar". Terus terang, saya mengakui bahwa saya memang kurang sekali melatih keterampilan motorik halusnya. Terutama sejak dia menyukai komputer dan belajar dengan benda itu sehari-hari. Melihat tulisannya yang masih sulit dibaca rasanya sedih juga. Dia tidak bisa menulis didalam garis (buku tulis), huruf-huruf yang ditulisnya besar kecil tak karuan dan seringkali terbolak balik. Demikian pula pada saat dia harus menuliskan angka-angka, seringkali terlalu rapat dan sulit ditentukan apakah itu angka nol atau delapan, dua atau lima. Dia sendiri kelihatan sedikit "senewen" setiap kali menghadapi pelajaran menulis, terutama menulis halus (sambung dengan tebal tipis). Sampai-sampai setiap kali bertemu dengan mata pelajaran itu, dia memilih mogok menulis. Bukan cuma masalah tulisan saja yang membuatnya "malas", Vianka juga kesulitan dalam menggambar dan membuat prakarya. Sesuatu yang seharusnya saya latih sejak dulu.

Sadar akan kesalahan saya dalam mengenalkannya dengan aktivitas yang merangsang kemampuan motorik halusnya, saya mulai berusaha memperbaikinya. Sedikit demi sedikit saya berusaha membuatnya nyaman berkenalan kembali dengan pensil dan krayon. Mungkin agak terlambat untuk anak seusianya, namun saya tak ingin membuatnya merasa bahwa ia tidak akan bisa menguasai hal-hal yang terlanjur tidak disukainya. Saya mulai lagi menemaninya mewarnai gambar, membentuk benda-benda dengan clay, menmbuat dekorasi kamar dengan berbagai pernak pernik buatan tangannya sendiri, saya lakukan hampir setiap hari, saya luangkan lebih banyak waktu agar dia terbiasa.

Vianka, 9 tahun, saya amati mulai suka membuat sketsa. Berbagai gambar putri ciptaanya, lengkap dengan gaundan asesorinya. Lucu dan penuh detail ^^. Dia suka membuatkan saya kartu ucapan, dihias dengan gambar-gambar unik dan tulisan yang rapi. Ah, tak ada kata terlambat untuk mempelajari sesuatu kan? Termasuk, buat saya pribadi, memperbaiki kekurangan saya dalam menstimulasi anak-anak saya dalam proses belajar mereka.

Apa yang pernah saya alami bersama Vianka kecil, saya usahakan tak terulang lagi dengan dua adiknya. Sekali lagi, bersentuhan dengan anak-anak membuat saya belajar ^^.

Kamis, 16 Februari 2012

Bilingual ala Little Ayomi

Ayomi (5 th 7 bln) baru saja menikmati rasanya membaca "sendiri". Sendiri karena sekarang saya tak perlu lagi membacakannya buku-buku kesukaannya, dia baru bisa membaca lancar dua bulan terakhir. Tulisan apapun dimanapun kerap dibacanya keras-keras. Biasanya, jika ada bunda, ayah atau kakak, setelah membaca dia bakalan meminta pendapat kami, apakah cara membacanya sudah benar atau belum.Setelahnya dia biasa tersenyum puas, apalagi jika kami sepakat dengan cara membacanya.

Berhubung sekarang kami sedang tinggal di negeri tetangga (Australia) yang berbahasa ibu Bahasa Inggris, jadilah pengalaman pertama membaca Ayomi hampir keseluruhan dalam  bahasa Inggris. Sejak awal ia belajar membaca menggunakan pendekatan bunyi ala Jolly-phonics ((silakan lihat link :http://jollylearning.co.uk/overview-about-jolly-phonics/ )  , sehingga yang diketahuinya adalah alphabet dengan lebih dari 40 bunyi dalam bahasa Inggris. Jolly-phonics sangat membantunya dalam belajar membaca dan menulis. Yang dilakukannya adalah mengingat bunyi-bunyi huruf dengan simbol-simbol tertentu. Misalnya, untuk huruf "e" yang secara bunyi dibaca "i". maka simbol yang dihafalnya adalah gerakan orang tersenyum dengan membunyikan "i..i..i.." dengan bantuan kedua jarinya yang diletakan di sisi kanan dan kiri bibirnya.
Kartu Bunyi Huruf (Phonics Sound Card)

Kelucuan-kelucuan seringkali muncul dalam proses belajarnya ini. Sebagai dukungan pada Ayomi, maka sejak ia ber Jolly-phonic ria, kami sekeluarga juga "wajib" ber Jolly-phonics setiap waktu kala berhadapan dengannya atau berada bersama-sama dengannya. Setiap waktu kami akan saling melempar kata-kata untuk di eja secara jolly-phonics. Semisal, pada waktu makan, kami akan mengatakan "eat" versi Ayomi yaitu dengan cara mempraktekan bunyi e-a-t sekaligus memperagakan simbol gerakan yang mewakilinya. Jadilah hampir selama tiga bulan rumah kami riuh rendah dengan adegan  Jolly-phonics mania..:D.

Saat ia mulai lancar membaca dalam bahasa Inggris, kami juga mulai memintanya berlatih membaca dalam bahasa Indonesia, bahasa ibunya. Hasilnya? hmm..ternyata tak semudah itu membiasakan anak berbahasa secara bilingual. 


Acara membaca dalam bahasa Indonesia ala Ayomi bisa dibilang amburadul :D..Dalam setiap kesempatan ia membaca buku bacaan dalam bahasa Indonesia, ia terpeleset membunyikan huruf-huruf dalam kata-kata yang dibacanya dengan bunyi ala bahasa Inggris. Contohnya, ketika ia membaca kata "bumbu" yang keluar dari mulutnya adalah "bamba", dia teringat bahwa huruf "u" dalam bahsa Inggris dapat dibaca "a".  Kali lain, dia membaca kata "bendera" dengan lucu, karena yang terdengar oleh kami adalah "bindire", "petunjuk" dibaca "petanjak" dan sebagainya ..:). Karena sering kami perbaiki pengucapannya, Little Ayomi jadi sering kebingungan. Kami jadi prihatin karenanya.

Akibat sering bingung sendiri, Ayomi kadang mogok membaca bacaan dalam bahasa Indonesia. Wah, kasihan juga, mengingat kami berharap dia bisa terbiasa menggunakan kedua bahasa ini sama baiknya.


Belakangan, Ayomi sendiri yang menemukan cara agar terhindar dari kesalahan saat membaca. Sebelum mulai membaca ia akan bertanya lebih dahulu, "bunda, ini harus dibaca secara Indonesia atau Inggris?". Rupanya, dengan bertanya diawal, ia jadi dapat lebih berkonsentrasi dan berhati-hati dalam membaca. Sejauh ini, ia mulai bisa konsisten membaca dalam dua bahasa, Inggris dan Indonesia. 


Anak-anak memang terbukti bisa belajar lebih baik dengan caranya sendiri. Yang bisa diberikan keluarga hanyalah dukungan sepenuh hati agar mereka merasa nyaman dalam setiap proses belajar yang dilaluinya.



Rabu, 15 Februari 2012

Pentingnya Berbahasa yang Benar

Hari ini saya kembali  mendapat pencerahan hasil diskusi dengan sesama orang tua. Apa yang kita bahas dalam diskusi hari ini terutama tentang penerapan cara berbahasa yang baik oleh anak-anak.

Hasil penelusuran saya menemukan definisi bahasa menurut beberapa ahli. Menurut Keraf dalam Smarapradhipa (2005:1), memberikan dua pengertian bahasa. Pengertian pertama menyatakan bahasa sebagai alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Kedua, bahasa adalah sistem komunikasi yang mempergunakan simbol-simbol vokal (bunyi ujaran) yang bersifat arbitrer.
Lain halnya menurut Owen dalam Stiawan (2006:1), menjelaskan definisi bahasa yaitu language can be defined as a socially shared combinations of those symbols and rule governed combinations of those symbols (bahasa dapat didefenisikan sebagai kode yang diterima secara sosial atau sistem konvensional untuk menyampaikan konsep melalui kegunaan simbol-simbol yang dikehendaki dan kombinasi simbol-simbol yang diatur oleh ketentuan)
 
Diskusi kami membahas bagaimana bahasa berperan penting dalam kegiatan belajar anak-anak. Apapun yang dipelajari oleh anak tak pernah lepas dari penggunaan bahasa. Hal ini tidak melulu terjadi ketika anak mempelajari materi pelajaran "bahasa" tetapi juga jenis mata pelajaran lainnya. Cakupan bahasa yang meliputi bahasa lisan dan tulisan membuat kami para orang tua tiba pada kesimpulan bahwa untuk membantu proses belajar yang baik  anak-anak kami harus memiliki keterampilan berbahasa yang baik dan benar. 

Bagaimana keterampilan berbahasa bisa sangat berpengaruh pada proses belajar anak-anak? Misalnya, apabila anak ingin mempelajari matematika, untuk bisa memahami materi tertentu lebih mudah jika ia bisa membacanya. Membaca disini bukan berarti ia hanya bisa membaca rangkaian huruf menjadi kata-kata tertentu melainkan juga memahami arti kata-kata yang dibacanya. Lebih jauh lagi, ia harus bisa menuliskan apa yang dipahaminya menjadi kalimat matematika atau memberikan jawaban yang benar atas soal-soal tertentu dengan bahasa yang tepat (bahasa tulisan). Selain itu, akan lebih baik lagi jika ia bisa menceritakan kembali mengenai proses dan hasil belajarnya dengan mengungkapkannya dengan kata-kata yang tepat (lisan). Melalui proses membaca, menulis dan menceritakan kembali ini anak-anak akan lebih memahami materi yang dipelajari. 

Diskusi kami kemudian tiba pada kesimpulan bahwa apa yang perlu kami beri perhatian lebih pertama kali adalah pengembangan kemampuan berbahasa anak-anak kami. Kami sepakat bahwa setelah hari ini, kami akan lebih memperhatikan cara anak-anak kami berbahasa. Kami akan mendampingi mereka dalam kegiatan membaca sesering kami bisa untuk membantu mereka belajar membaca secara harfiah dan belajar memahami bacaan dengan lebih baik. Mendampingi mereka belajar menulis sesuai tahapan usia tentunya, sehingga kemampuan menulis bukan hanya memperindah bentuk tulisan tangan akan tetapi lebih kepada kemampuan menulis dengan tema-tema tertentu seperti cara menulis deskriptif, naratif, prosedural dan lainnya. Tak lupa mendampingi mereka dalam melatih kemampuan menyampaikan pendapat secara lisan mulai dari cara bertanya jawab sederhana sampai dengan menyampaikan presentasi dihadapan banyak orang.

Berbekal hasil diskusi kali ini, kami pun sepakat membuat jadual dan program belajar anak-anak kami dengan konsentrasi meningkatkan kemampuan berbahasa.