gambar diunduh dari : http://eap.com.au/
Banyak penelitian menunjukkan bahwa kebanyakan remaja dengan ibu yang tidak atau jarang merespon emosi positif yang ditunjukkan oleh anak-anak mereka, misalnya perasaan senang, antusiasme, keingintahuan atau saat membanggakan, dilaporkan lebih banyak mengalami gejala depresi Anak-anak ini mungkin termasuk mereka yang mengalami kesulitan mengatur emosinya dan terpuruk dalam kesedihan dan depresi serta sulit keluar dari keadaan itu.
Sadarilah bahwasanya lingkungan keluarga memainkan peranan yang sangat penting dalam mengembangkan kemampuan mengelola emosi pada anak-anak.
Orang tua yang secara teratur serta selalu bersedia mendiskusikan hal-hal terkait emosi positif maupun negatif dengan anak-anak mereka (termasuk menjelaskan pada mereka penyebab dan konsekuensi dari masing-masing bentuk emosi serta bereaksi terhadap emosi yang ditunjukkan oleh anak-anak mereka) cenderung memiliki anak-anak dengan kemampuan mengelola emosi yang lebih baik sejak dini. Kecenderungan ini pula yang akan bertahan hingga masa remaja mereka.
Orang tua yang secara teratur serta selalu bersedia mendiskusikan hal-hal terkait emosi positif maupun negatif dengan anak-anak mereka (termasuk menjelaskan pada mereka penyebab dan konsekuensi dari masing-masing bentuk emosi serta bereaksi terhadap emosi yang ditunjukkan oleh anak-anak mereka) cenderung memiliki anak-anak dengan kemampuan mengelola emosi yang lebih baik sejak dini. Kecenderungan ini pula yang akan bertahan hingga masa remaja mereka.
Merujuk pada penelitian ini, jika kita sebagai bunda terbiasa mengatakan "sssttt...tenang," atau "jangan ribut, duduk sana," pada anak-anak, terutama saat mereka dengan antusias menunjukkan rasa senangnya, mereka akan kehilangan kesepatan belajar bagaimana menyalurkan dan mengekspresikan energi dan emosi positif.
Hal
ini berpotensi mengakibatkan anak-anak memiliki emosi yang datar dan tidak
mampu bereaksi scara tepat terhadap kondisi yang dihadapinya, sehingga bahkan
kabar baik pun tidak bisa membangkitkan semangat mereka.
Anak lelaki cenderung meniru perilaku ibu yang menunjukkan sikap tidak peduli dan cenderung suka menghukum ( termasuk sikap suka menghina, gemar bertengkar, suka membantah, suka mengganggu atau berdebat) sementara anak-anak perempuan cenderung meniru perilaku tidak tenang ibunya (pencemas, suka berteriak, pengeluh atau self derogatory)
Anak lelaki cenderung meniru perilaku ibu yang menunjukkan sikap tidak peduli dan cenderung suka menghukum ( termasuk sikap suka menghina, gemar bertengkar, suka membantah, suka mengganggu atau berdebat) sementara anak-anak perempuan cenderung meniru perilaku tidak tenang ibunya (pencemas, suka berteriak, pengeluh atau self derogatory)
Sebagai orang tua kita diharapkan menyadari bahwa menghentikan atau mengekang kesempatan anak mengekspresikan emosi positif mereka dapat berdampak pada pengembangan kemampuannya mengelola emosi serta pola pikirnya.
Orang tua yang bersikap terbuka dan selalu mendukung serta tak berhenti melatih anak-anak mereka untuk belajar memecahkan masalahnya dan selalu berada disamping mereka saat anak-anak ini mengalami kesulitan akan cenderung memiliki anak-anak dengan lebih sedikit tanda-tanda depresi dan memiliki kemampuan beradaptasi pada saat-saat sulit dikemudian hari.
Jadi
ada baiknya mulai dari sekarang kita memperhatikan bagaimana kita memperlakukan
anak-anak kita. Bahagialah saat mereka berbahagia, sekalipun kita sedang “tidak
ingin” atau “tidak terlalu merasa antusias”. Berbagi senyum dan pelukan dengan
mereka akan lebih baik bagi hubungan antara orang tua dan anak yang tak cuma mencerahkan
jiwa anak-anak kita tetapi juga jiwa kita sendiri.
Referensi
: Marie B.H. Yap, et.al., “maternal socialiation of positive affect: The impact
of invalidation on adolescent emotion regulation and depressive symptomatology”,
Child Development, vo. 79, no. 5,
Sept/Oct 2008, pp. 1415-31
Tidak ada komentar:
Posting Komentar