Selasa, 03 April 2012

Belajar Tentang Toleransi

Hari Raya Paskah (Paskah) sebentar lagi. Di Adelaide suasana menjelang perayaan keagamaan umat kristiani ini terasa begitu kental. Di pusat-pusat perbelanjaan telah ramai dihiasi pernak pernik yang biasa diidentikan dengan Paskah, semisal telur warna warni  dan kelinci-kelinci yang lucu, katalog-katalog dari beragam supermarket yang menjual bahan pokok serta tayangan acara memasak di televisi dipenuhi resep makanan khas Paskah. Tak terkecuali di sekolah anak-anak. Di sekolah diadakan beragam aktivitas menjelang hari raya ini seperti pembacaan cerita-cerita (story telling) tentang Paskah, di kelas seni anak-anak membuat telur hias dan keranjangnya dan di kelas musik, choir sekolah sibuk berlatih lagu-lagu rohani.

Little Ayomi, seperti kebanyakan anak berusia 5 tahun an lainnya, kagum dan tertarik dengan berbagai kegiatan itu. Berulang kali ia bertanya ini dan itu tentang telur hias dan kelinci Paskah. Oleh ayah, saya yang hari-hari ini lebih dekat dengan anak-anak (ayah sedang sibuk ujian soalnya ..:P), diberi tugas untuk menjelaskan dengan bahasa yang baik dan mudah dimengerti untuk menjawab pertanyaan dari anak-anak ini. Beruntung juga, di sekolah, pihak sekolah selalu meminta ijin terlebih dahulu kepada kami, orang tua jika ada acara keagamaan yang seharusnya diikuti oleh semua siswa. Mereka mengirimkan surat yang isinya menginformasikan acara keagamaan dimaksud serta memberi opsi boleh atau tidaknya anak-anak bergabung atau mengikuti acara tersebut. Bagi kami, cara ini sangat penting, mengingat untuk beberapa kegiatan kami tidak ingin anak-anak mengikutinya. Alhamdulillah, selama ini pihak sekolah mengindahkan dan memberikan toleransi untuk itu. Namun, terkadang, sebagai anak-anak, Ayomi atau bahkan sesekali kakak Vianka masih bertanya juga mengapa mereka tak kami ijinkan mengikuti ritual keagamaan agama lainnya.

Sungguh merupakan pe er (Pekerjaan Rumah) bagi kami untuk tetap mempertahankan budaya Islami di tengah keluarga dan mendidik serta membesarkan anak-anak sesuai apa yang digariskan oleh ajaran agama yang kami yakini. Di sini, masyarakat muslim tak terlalu besar jumlahnya. Sejauh ini, saya merasa kami tetap mendapatkan kebebasan beragama dan itu dilindungi oleh hukum positif. Selama di Adelaide, anak-anak tetap kami ajak berkegiatan di masjid city (salah satu masjid yang ada di kota Adelaide), mengikuti beragam kegiatan keagamaan umat Islam yang diadakan oleh Islamic Community, mendirikan Taman Pendidikan Alquran (TPA) dimana anak-anak pergi belajar mengaji dan mendapatkan tausiyah yang disampaikan bergantian oleh sesama orang tua muslim di lingkungan rumah kami, serta tak lupa, kami tetap menjaga mereka dengan berusaha menegakkan disiplin secara Islam di dalam rumah. Dimulai dari membiasakan sholat tepat waktu dan berjamaah, mengaji setiap ba'da maghrib, menjalankan puasa (terutama puasa Ramadhan), mengikuti tausiyah (pelajaran agama yang disampaikan oleh ayah atau saya dalam berbagai kesempatan) dan berusaha mengikuti atau menghadiri kegiatan bersama keluarga muslim lainnya. Perlu kemantapan hati dan usaha yang keras dan tak putus berdoa agar kami sekeluarga bisa tetap istiqomah.

Kembali ke sekolah, kemarin siang saya sempat mengobrol dengan wali kelas Ayomi. Ia mengatakan bahwa seluruh anak dikelasnya akan mendapatkan hadiah kecil darinya berupa coklat yang dihias bagaikan telur Paskah. Ia bertanya kepada saya apakah Ayomi dan Vianka boleh menerimanya?. Saya sangat menghormati guru-guru disini yang sangat komunikatif dan sangat mengerti bahwa kami ingin tetap menjaga keyakinan anak-anak. 
Saya teringat juga, bahwa sepanjang Ramadhan tahun lalu, saat pertama kali anak-anak bersekolah di sana, anak-anak tetap bisa menjalankan puasa tanpa terganggu. Saya terlebih dahulu meminta ijin kepada sekolah, bahwa kedua anak kami selama sebulan penuh akan melewatkan waktu  snack time, sharing fruits, dan  tentu saja makan siang. Awalnya sekolah mempertanyakan apakah hal tersebut tidak akan mengganggu performa anak-anak di kelas, karena dikhawatirkan apabila mereka menahan lapar, mereka tidak bisa konsentrasi belajar. Namun setelah kami berdiskusi, dan saya menjelaskan bahwa puasa adalah hal yang wajib bagi muslim dan anak-anak kami sedang belajar untuk menjalankan kewajibannya, pihak sekolah mengerti dan malahan mendukung mereka. Di kelas Ayomi, setiap waktu makan tiba, Ayomi akan diantar ke ruang seni untuk mewarnai atau ke perpustakaan untuk memilih dan membaca buku yang ia suka, tujuannya agar ia tidak tergiur untuk membatalkan puasanya karena melihat teman-temannya makan beragam makanan. Di kelas Vianka, wali kelasnya sampai menunda kegiatan cooking class (kelas memasak) sampai Ramadhan berakhir, maksudnya agar kakak tidak tertinggal pelajaran yang satu itu. O ya, anak-anak kami juga tetap mengenakan jilbab (hijab) nya saat di sekolah, tentu saja setelah kami meminta ijin, sekolah mengijinkan dengan catatan warnanya disesuaikan dengan ketentuan umum tentang seragam. Sampai hari ini, di sekolah, anak-anak kami dikenal sebagai muslim karena jilbabnya, dan mereka tak pernah mendapatkan masalah karenanya. Justru, menurut guru-guru mereka, hal ini malah baik, karena motto bangsa Australia yang "menghargai perbedaan" benar-benar bisa mereka terapkan secara nyata. 

Dengan berbagai pertimbangan, saya mengijinkan anak-anak menerima hadiah kecil dari guru mereka. Di rumah saya ceritakan kepada mereka bahwa dengan hadiah yang mereka terima bukan berarti mereka telah dan akan merayakan Paskah. Guru mereka sudah mengatakan, bahwa hadiah itu diberikan karena ia hanya ingin menghadiahi murid-muridnya yang telah giat belajar selama term ini. Sebagai muslim, kami diwajibkan menjalankan Islam secara kaffah (sempurna), namun kami juga diajarkan untuk tidak mengganggu dan menghormati umat beragama yang lain selama kami tidak mengikuti tata cara mereka. Di keluarga kami, kami berusaha menjalankan ajaran agama kami dengan sebaik-baiknya, semoga dengan demikian lingkungan kami bisa melihat bahwa Islam bukanlah agama yang "aneh" atau "seram" atau apapun anggapan yang salah yang seringkali terlanjur dialamatkan kepada agama kami.

Jadilah, malam kemarin kami berdiskusi tentang Paskah, telur-telur dan kelinci-kelinci. Little Ayomi, setelah diskusi keluarga dengan malu-malu bertanya, "Bunda, can i send Miss D ketupat  and opor ayam in Idul Fitri day?..it's the same way as she already give me a present today, isn't it, we just wanna share our happines", katanya.
"Oh, absolutely, dear,..tentu saja, jika kau menginginkannya, kita akan buat ketupat opor paling enak buat Miss D" sahut saya. Mata Ayomi bersinar-sinar membayangkan ia pun bisa berbagi suatu hari nanti..

Hari-hari di sini sungguh membuat kami belajar bertoleransi dan tetap menjaga diri dengan keyakinan kami, kali ini, tak sekedar membaca buku teks pelajaran dan mengerjakan soal-soal latihan pilihan ganda...:p..


Tidak ada komentar:

Posting Komentar